"Aku tidak tahu, memangnya aku harus tahu?"
"Coba diingat-ingat lagi. Kamu pasti pernah lihat Sabeum Ganang makan apa, gitu. Coba ingat-ingat lagi, Mbong," kata Vina lagi.
Imbong menundukkan kepalanya lalu mengetuk-ngetuk dahi dengan telunjuk kanannya tanda dia pura-pura berpikir. Sebenarnya dia memang berpikir, mana dia tahu makanan apa yang disukai Sabeum Ganang. Bukan urusannya pula tanya-tanya apa makanan kesukaan sabeum berambut cepak itu.
"Kirimi aku pulsa dulu, nanti aku beritahu," Imbong nyengir memperlihatkan gigi depannya yang seperti kelinci.
Vina mengerang keberatan, "Masak cuma kasih tahu makanan kesukaan saja minta pulsa!" tapi dikeluarkan juga ponsel dari tasnya, "Dua puluh lima ribu saja ya."
Imbong menjawab dengan jempol yang diacungkan kepada Vina.Â
Setelah pulsa masuk ke ponselnya, Imbong menyebut makanan kesukaan Sabeum Ganang.
Vina mengerutkan kening, "Hah?! Yang benar?!" merasa bahwa makanan kesukaan Sabeum Ganang terlalu biasa dan pasaran. Padahal Sabeum Ganang kelihatan seperti kakaknya yang suka jajan di resto-resto asyik tempat nongkrong anak kuliahan.
"Percaya atau tidak, terserah," jawab Imbong ketika Vina meragukan dua jenis makanan yang disebut Imbong.
Vina menatap Imbong dengan tajam menjurus judes untuk menguji apa Imbong jujur atau tidak.
Tapi Imbong bergeming. Mata dan pikirannya sudah hanyut dalam gim yang dia lanjutkan kembali.