Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Istri petani. Tukang ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mimpi Roket Indonesia Menjelajah Angkasa

20 November 2020   17:42 Diperbarui: 21 November 2020   03:36 1069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi satelit. Foto: lapan.go.id via tribunnews.com

Kita punya satu-satunya astronot perempuan pertama di Asia, Pratiwi Sudarmono. Meski batal ke angkasa luar imbas dari meledaknya pesawat Challenger pada 1986, Ibu Pratiwi hanya satu dari sekian bukti bahwa Indonesia sudah sejak lama berkecimpung di dunia antariksa.

Pada 9 Juli 1976 Indonesia meluncurkan satelit Palapa A1 untuk memperkuat dan memperlancar telekomunikasi dan jaringan televisi di seluruh nusantara. 

Mengangkasanya Palapa A1 menjadikan Indonesia sebagai negara ke-3 di dunia yang mengoperasikan Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) setelah Amerika Serikat dan Kanada.

Lalu pada Juli 2016, BRI juga meluncurkan satelit yang diberi nama BRIsat ke orbit. Hal ini menjadikan BRI sebagai bank pertama dan satu-satunya di dunia yang memiliki dan mengoperasikan satelit sendiri. BRIsat kedua rencananya akan diluncurkan pada tahun 2023.

Meski belum berencana meneliti Mars tapi Indonesia tetap meneruskan penelitian dalam bintang perbintangan dan planet-planet di luar tata surya. 

Bila ternyata satu diantara sekian banyak planet itu ternyata tempat tinggal bangsa Klingon mungkin Indonesia bakal diajak bergabung ke Konfederasi. Hemm~.

Demi memperlancar penelitian tersebut maka LAPAN membangun observatorium nasional di kawasan Hutan Lindung Gunung Timau di Kupang, NTT. Jika telah rampung dibangun pada 2021, observatorium Timau akan jadi yang terbesar di Asia Tenggara.

Dahulu kita punya observatorium Bosscha di Lembang, Bandung, tapi keberadaannya terancam karena dikepung polusi cahaya dari kota di dekatnya sehingga mengganggu keberjalanan observasi berbagai objek astronomi. Penelitian di Bosscha menjadi tidak optimal.

Sewaktu kelas tiga sekolah dasar saya ikut wisata sekolah ke Planetarium yang ada di area Taman Ismail Marzuki, Jakpus. 

Saat itu saya terkesima melihat langit kelap-kelip, cerita tentang rasi bintang, dan pengetahuan tentang asal-muasal terbentuknya tata surya. Sampai-sampai saya bercita-cita jadi astronom. Meski sampai kuliah saya masih mengunjungi Planetarium namun cita-cita jadi astronom tidak kesampaian.

Memangnya kenapa, sih, Indonesia harus mengamati bintang dan mengembangkan teknologi ruang angkasa?! Buang-buang duit saja, lebih baik diberikan kepada orang miskin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun