Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Istri petani. Tukang ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tumbuhkan Filter pada Generasi Digital Natives untuk Memuluskan Impian Digital Mereka

27 September 2020   14:29 Diperbarui: 29 September 2020   17:55 1180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Canva/yanahaudy0

Automatic filtering adalah rambu yang ada dalam pikiran dan perasaan si yang secara otomatis memilah hal-hal yang baik dan buruk. 

Filter otomatis ini akan mencegahnya berbuat sesuatu yang jelek di dunia nyata dan dunia maya, sekaligus menghindarkannya dari terpaan hal-hal yang jelek pula. Automatic filtering yang kita tumbuhkan pada anak kelak jika dirinya sudah dewasa akan mencegahnya bertindak yang merugikan dirinya juga orang lain.

Cara yang dapat dilakukan orang tua untuk menumbuhkan filter otomatis itu adalah dengan mengenali dan memperhatikan kebiasaan anak ketika memegang gawai.

Misal anak senang main game di ponselnya. Kita perhatikan dan kenali, apakah dia main karena ikut tren di kalangan teman-temannya atau memang dia menyukai tantangan yang ada dalam game, atau dia menjadikan game sebagai pelampiasan? 

Jika dia bermain game karena tidak tahu apa lagi yang harus dikerjakan selain main game, maka orang tua bisa membelikan buku. Komik tidak apa asal perhatiannya teralihkan dulu dari game. Buku bekas pun banyak dijual di lokapasar sehingga lebih hemat di kantong.

Sementara bagi anak yang memang menyukai game sebagai tantangan, bahkan ingin jadi atlet e-Sport, perlu diketahui dulu bahwa atlet e-Sport bukanlah orang-orang pemalas yang hanya main ShellFire, Lord of Estera, dan Rise of Nowlin sepanjang waktu sampai lupa belajar, makan-minum, bekerja, dan tidur.

Orang yang seperti itu adalah pecandu game, atlet e-Sport bukanlah pecandu game karena latihan mereka terukur, terarah, dan terencana. Karena itu mereka dinamakan "atlet" karena pemainnya butuh speed dan endurance, juga bermain untuk memenangkan kompetisi, bukan untuk senang-senang belaka.

Ketua Asosiasi e-Sports Indonesia (organisasi yang menaungi e-Sports seperti PSSI, PBSI dll), Eddy Lim, mengatakan bahwa e-Sport menggunakan otot kecil, sama seperti olahraga memanah dan menembak.

Karena itulah e-Sport resmi dipertandingkan sejak Asian Games 2018 lalu sebagai salah satu cabang olahraga.

Jadi jika anak tertarik menjadi gamer profesional, maka ajak dia untuk mengenal dunia itu sehingga dia benar-benar paham bahwa apa yang dikiranya mudah (hanya main game sepanjang waktu) nyatanya perlu keras keras juga. 

Kalau dia benar ingin menggeluti e-Sport maka bimbing dia mengatur waktunya secara seimbang bahwa seorang atlet perlu kedisiplinan sama seperti atlet lain. Hal yang demikian juga bagian menumbuhkan automatic filtering pada diri anak.

Demikian juga kalau anak ingin jadi YouTuber, selebgram, atau influencer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun