Tahu darimana?
Saya punya tiga tukang sayur langganan. Ketiganya beberapa kali menceritakan bahwa sayuran mereka hanya sedikit yang terjual justru disaat harganya sedang murah. Tapi ketika harga mahal konsumen rumah tangga malah berebut membelinya. Pembeli sampai harus pre-order kepada tukang sayur untuk bisa menikmati kacang panjang, sawi, buncis, kol, pare, atau terong.
Halah, masa sih?
Lalu saya mengirim pesan WhatsApp ke sesama orang tua murid di kelas anak saya yang menjual sayur di pasar. Saya tanya sekarang harga sayur sedang naik atau turun, dia bilang sudah mulai naik.Â
Lalu dia menjawab lagi bahwa sudah banyak orang yang membeli sayur dibanding beberapa bulan lalu saat harga sedang murah-murahnya.Â
Hemm~ berarti keterangan tiga tukang sayur langganan saya tadi tidak keliru.
Lalu apakah kurangnya daya beli masyarakat terhadap sayuran itu imbas dari pandemi?
Tidak. Suami saya bilang dari tahun ke tahun selalu begitu sebelum Corona melanda. Sejak enam tahun lalu kami menetap di Kabupaten Magelang begitulah yang terjadi.Â
Sedikit konsumen rumah tangga yang mau beli saat harga sayuran sedang turun, tapi banyak yang cari ketika harga sedang mahal.
Padahal ketika harga sayuran sedang mahal, banyak petani yang menyemprot pestisida dan fungisida berlipat-lipat banyaknya untuk mencegah hama hinggap sampai saat dipetik tiba.Â
Kacang panjang, timun, dan aneka sayuran lain dipanen 2-3 hari sekali, jadi setelah panen hari ini dipetik, sayuran yang belum siap petik disemprot pestisida lagi.