Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Istri petani. Tukang ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Wartawan, Salah Satu Profesi Berisiko Tinggi yang Tak Bisa Work From Home

24 Maret 2020   08:02 Diperbarui: 24 Maret 2020   11:01 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

New York Times melansir beberapa profesi yang paling rentan tertular Covid-19 yaitu tenaga kesehatan, guru, tenaga penjualan (sales), front liners (teller bank, kasir restoran, resepsionis dsb), full-time worker, dan pekerja di bidang pelayanan (termasuk didalamnya polisi, tentara, dan pemadam kebakaran).

Saya tambahkan dalam daftar itu: wartawan.

Saat Walikota Bogor Arya Bima dilaporkan positif Covid-19, dua puluh dua wartawan langsung menjalani isolasi karena beberapa hari sebelumnya menghadiri konferensi pers bersama Arya Bima.

Tim advokasi PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) lalu menuntut Arya Bima membiayai tes dan ganti rugi karena melakukan konferensi pers ketika berstatus ODP (Orang Dalam Pengawasan) sepulangnya dari Azerbaijan dan Turki.

Para wartawan memang tidak bersentuhan langsung dengan pasien Covid-19 seperti dokter, perawat, dan paramedis. Mereka juga tidak memeriksa spesimen ODP seperti analis kesehatan laboratorium, namun mereka berhubungan dengan banyak orang yang berisiko tinggi membawa virus Corona.

Terjangkitnya Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dengan Covid-19 dapat menjadi bukti bahwa wartawan rentan tertular.

Tiga puluh wartawan yang melakukan kontak dengan Menhub langsung memeriksakan diri ke RSUP Persahabatan. Tetapi waktu itu (15-16 Maret 2020) RSUP belum siap menerima orang yang akan melakukan tes Corona dalam waktu bersamaan sehingga rombongan wartawan itu "ditelantarkan". 

Mereka kemudian datang ke RSPI Sulianti Suroso lalu diberitahu bahwa mereka adalah Orang Dalam Pengawasan. Hasil tes beberapa wartawan mengindikasikan tidak ada virus Corona tapi mereka diminta mengisolasi diri selama 14 hari.

Jika dokter, perawat, paramedis dan analis kesehatan punya alat perlindungan diri karena sudah tahu siapa dan apa yang mereka hadapi (pasien & spesimen), maka wartawan tidak. 

Perlindungan maksimal mereka adalah masker dan sarung tangan, atau paling maksimal lagi pakai kacamata pelindung. Kalau wartawan pakai baju hazmat tentu akan merepotkan karena mereka harus bergerak dinamis. Baju hazmat berat dan panas.

Sama dengan sales dan front liners, dalam satu hari seorang wartawan bisa berinteraksi dengan banyak orang yang tidak diketahui telah melakukan kontak dengan siapa saja sebelumnya. Kelihatannya orang yang mereka temui itu sehat karena tidak menunjukkan gejala, tapi bisa saja sudah ada virus Corona dalam tubuhnya.

Yang membuat para wartawan makin berisiko tertular Corona adalah karena mereka tidak bisa work from home. Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh tahu benar bahwa hal itu, jadi beliau mengingatkan mereka agar melindungi diri meski tetap tidak boleh mengabaikan etika jurnalistik dan objektivitas.

Pemimpin redaksi mungkin bisa work from home, tapi wartawan tidak. Mereka tetap harus ke lapangan mewawancarai narasumber, melakukan konfirmasi, dan mengambil gambar. Inilah yang membuat wartawan menjadi penyalur informasi yang dapat dipercaya masyarakat.

Sebenar-benarnya informasi yang muncul di media sosial dari netizen, tetap lebih terpercaya informasi yang diberikan oleh wartawan. Netizen tidak terikat etika, sementara wartawan terikat kode etik jurnalistik dan UU Pers.

Karena risiko tinggi yang dihadapinya saat bekerja, dapat dikatakan bahwa wartawan juga layak menerima bantuan alat perlindungan diri seperti masker dan sarung tangan.

Wartawan seharusnya memang pakai sarung tangan saat bertugas, karena bobot pekerjaan mereka tidak memungkinkan untuk sering-sering cuci tangan atau menuangkan hand sanitizer.

Bersyukurlah kita yang bisa kerja dari rumah. Sesulit-sulitnya kerja dari rumah dengan anak-anak yang rusuh melulu, internet yang lambat, dan laptop yang ngadat, masih lebih sulit mereka yang tidak bisa work from home, termasuk wartawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun