Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Istri petani. Tukang ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Penerbit Membutuhkan Tulisan Kita untuk Dicetak Jadi Buku

5 Februari 2020   16:15 Diperbarui: 5 Februari 2020   16:23 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Banyak dari kita yang senang menulis lalu tahu-tahu naskah sudah menumpuk di laptop, penyimpanan awan, bahkan memory card. Kirim saja ke penerbit, siapa tahu tulisan Anda memang layak untuk diterbitkan.

Tapi sebelum tulisan itu dikirim, kita cari tahu dulu penerbit mana yang cocok dengan tipe tulisan kita. Misalnya penerbit Erlangga hanya menerima naskah buku pelajaran, jika kita mengirim kumpulan cerpen tentu salah alamat. Jangankan dibaca, naskah akan langsung dibuang. 

Lalu kalau kita punya naskah dengan genre chicklit, maka kirimkan ke penerbit GagasMedia yang menerima naskah jenis itu, bukan ke Maghfirah Pustaka yang hanya menerima naskah Islami.

Kenapa kita harus percaya diri mengirim naskah ke penerbit?

Selain karena naskah kita (misal novel) memang layak terbit (ceritanya bagus, tidak banyak typo, sesuai pedoman Bahasa Indonesia, dll), penerbit pun selalu membutuhkan penulis yang karyanya akan mereka terbitkan jadi buku. Hanya saja di penerbit besar seperti grup Gramedia (Grasindo, Elex Media, dan Kepustakaan Populer Gramedia) kadang kelebihan kiriman naskah alias overload. Jika sedang overload hampir dipastikan mereka tidak menerima naskah baru untuk sementara waktu.

Tidak usah pula khawatir oleh pamor buku elektronik (digital) yang kian menanjak. 

Keberadaan buku fisik yang dicetak penerbit masih disukai karena:

  1. Lebih nyaman untuk mata. Tidak membuat mata cepat minus selama kita membaca di tempat terang.
  2. Bisa dipindahtangankan berkali-kali kepada orang yang berbeda tanpa kuatir kena masalah hak cipta.
  3. Bisa dihibahkan ke perpustakaan. Sebagian besar perpustakaan masih mengoleksi buku fisik dan bukannya buku digital. Buku fisik bisa dibaca kapan saja tanpa harus punya gawai atau aplikasi untuk membukanya.

Jadi buku cetakan masih punya pasar dan masih banyak yang menggemari. 

Lalu sebelum dikirim ke penerbit, lebih baik jika kita,

  • Baca sekali lagi seluruh tulisan sampai habis. Siapa tau ada alur yang membingungkan atau banyak typo.
  • Buat sinopsis
  • Susun proposal mengapa naskah Anda layak diterbitkan di penerbit tersebut.
  • Kirim sesuai ketentuan dari penerbit (jumlah halaman, jenis huruf yang digunakan, dll).
  • Siap menunggu 2-3 bulan untuk kabar dari penerbit apakah naskah kita diterima atau ditolak. Jika ditolak, beberapa penerbit memang tidak menjelaskan kenapa naskah Anda ditolak, jadi jangan baper dan kirim saja naskah Anda ke penerbit lain.

Jika sudah diterima penerbit, adakalanya tulisan kita "diacak-acak" dan kita harus mematuhi revisi yang disarankan penerbit. Ini karena kita penulis yang belum punya nama. Penerbit, melalui editornya, memerlukan naskah yang lebih komersil dan sesuai target pasarnya.

Jika berkali-kali ditolak oleh penerbit yang berbeda dan Anda sudah lelah menunggu, Anda bisa mempertimbangkan self-publishing alias menerbitkan sendiri buku Anda (beserta ISBN-nya jika mau), lalu menjualnya secara mandiri. 

Yang penting jangan patah semangat untuk tetap menulis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun