Mohon tunggu...
Aji Mufasa
Aji Mufasa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Engineer | Agropreneur | Industrial Designer

"Hiduplah dengan penuh kesadaran"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Enggak Populer Enggak Jadi Capres

27 Mei 2023   10:20 Diperbarui: 27 Mei 2023   10:46 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pemilu 2024 (Pikiran Rakyat)

Pemilihan presiden merupakan momen penting dalam kehidupan demokrasi sebuah negara. Dalam menjalankan proses demokrasi, idealnya pemilihan presiden haruslah berlandaskan pada kualitas dan kompetensi calon yang diusung oleh partai politik. Namun, realitasnya seringkali nama-nama populer lebih diunggulkan daripada calon yang lebih kompeten namun tidak memiliki popularitas yang sama.

Dalam era informasi digital dan media sosial yang semakin maju, media memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk opini publik. Nama-nama populer seringkali mendapatkan sorotan media yang lebih besar, baik dalam bentuk liputan berita, wawancara, maupun eksposur media lainnya. 

Keberadaan media memainkan peran krusial dalam membentuk persepsi publik terhadap calon presiden. Popularitas yang tinggi sering kali dianggap sebagai indikator keberhasilan dan kompetensi, meskipun kenyataannya hal tersebut tidak selalu berbanding lurus.

Partai politik memiliki peran penting dalam mempengaruhi popularitas calon presiden. Mereka cenderung mengusung calon yang populer karena keyakinan bahwa popularitas akan menarik perhatian pemilih dan memperbesar peluang kemenangan. 

Partai politik memiliki sumber daya yang kuat, seperti dana kampanye, jaringan politik, dan akses media yang dapat digunakan untuk memperkenalkan calon mereka kepada masyarakat. Hal ini dapat memberikan keuntungan yang signifikan bagi calon yang sudah dikenal secara luas oleh publik.

Sosial media juga memiliki peran yang semakin besar dalam membentuk opini publik dan popularitas calon presiden. Informasi dan pesan yang dapat menyebar dengan cepat melalui platform sosial media dapat menciptakan efek viral yang mempengaruhi popularitas seseorang secara dramatis. Namun, fenomena "viral" ini seringkali berdasarkan kesan awal atau tren yang sedang populer, tanpa mempertimbangkan secara menyeluruh kualitas kepemimpinan dan kompetensi calon. 

Calon dengan kemampuan media sosial yang kuat atau pesan yang menggugah emosi dapat dengan cepat mendapatkan popularitas yang tinggi, sementara calon dengan kemampuan lebih rendah dalam memanfaatkan sosial media mungkin terpinggirkan.

Padahal popularitas bukanlah satu-satunya indikator keberhasilan dan kompetensi. Keputusan yang berdasarkan popularitas semata dapat mengakibatkan terabaikannya calon yang mungkin memiliki kualitas kepemimpinan yang lebih baik.  penting bagi pemilih untuk melihat melampaui popularitas dan mempertimbangkan secara seksama kualitas, rekam jejak, pengalaman, dan visi calon dalam memilih calon presiden yang tepat untuk masa depan negara.

Tidak populer tidak berarti tidak kompeten?

Pemahaman tentang kualitas kepemimpinan yang sebenarnya: 

Popularitas tidak selalu mencerminkan kualitas kepemimpinan yang sebenarnya. Ada banyak aspek yang harus dipertimbangkan dalam menilai kompetensi seorang pemimpin, seperti kebijakan yang diusulkan, kemampuan mengambil keputusan yang baik, integritas, kepemimpinan yang efektif, dan kemampuan untuk membangun kerjasama. 

Calon yang kurang populer tetapi memiliki kualitas kepemimpinan yang kuat dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi negara daripada calon yang hanya mengandalkan popularitas semata.

Pengalaman, kebijakan, dan visi yang terabaikan: 

Calon yang tidak populer seringkali memiliki pengalaman, kebijakan, dan visi yang terabaikan oleh publik. Mereka mungkin memiliki rekam jejak yang kuat dalam bidang pemerintahan, bisnis, atau masyarakat sipil, yang dapat menjadi modal penting dalam memimpin negara. 

Selain itu, mereka mungkin memiliki kebijakan yang inovatif dan visi yang jauh ke depan untuk memajukan negara. Namun, jika popularitas menjadi fokus utama, aspek-aspek tersebut seringkali terlupakan atau diabaikan.

Pengaruh persepsi publik terhadap calon non-populer: 

Persepsi publik terhadap calon non-populer dapat menjadi hambatan dalam pemilihan presiden. Banyak pemilih cenderung mengikuti arus utama dan memilih calon yang populer, karena anggapan bahwa popularitas adalah indikator keberhasilan. Calon yang tidak populer seringkali dianggap kurang menarik atau kurang mampu memenangkan pemilihan. 

Persepsi ini dapat memengaruhi dukungan publik dan membuat calon non-populer kesulitan untuk bersaing dengan calon yang populer, meskipun mereka mungkin lebih kompeten dan berkualitas.

Sebagai pemilih yang cerdas, kita memiliki tanggung jawab untuk tidak terjebak dalam dominasi nama-nama populer semata, tetapi memilih calon berdasarkan kualitas kepemimpinan dan kepentingan masyarakat jangka panjang.

Implikasi dari nama-nama populer

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun