" Yank, cepetan keluar. Aku kebelet pipis". Seruku sambil gedor-gedor pintu kamar mandi.
Aku malu istriku, jujur detak jantungku tak karuan hingga bunyi dagDigdug. Aku malu mau keluar". Â Jawab suamiku dalam kamar mandi.
" Tak usah malu, kita kan sudah sah jadi suami istri. Masa malu sih". Sanggahku penuh semangat
Begitu lah kisah malam pertamaku, usai prosesi ijab kabul yang sangat menyiksa batinku. Setelah itu, aku bersama suamiku memilih langsung hidup dikos-kosan ku, yang dulu aku tempati saat masih aktif menjadi PSK.Â
Dan aku serta suamiku memilih keluar dari rumah mertuaku. Karena jalan terbaik yang dipilih suamiku. Daripada tiap hari melihat ku selalu tersiksa batinya. Hingga berlinangan air mata akibat kemarahan keluarganya.
Jujur harus ku akui !!, Betapa jantanya dan gagah beraninya suamiku, kenapa demikian?. Ya karena dirinya rela keluar rumah orang tuanya hanya demi aku, istrinya. Bahkan rela tanpa membawa bekal apa-apa dari rumah orang tuanya. Dan hanya membawa baju yang dipakainya saja. Heheheh Hebat kan suamiku.
Hahaha tapi aku jujur, setelah sekian lama kenal suamiku. Ternyata, Aku baru sadar serta baru mengetahui sifat asli suamiku. Dimana dia dasarnya sangat pemalu. Bahkan telanjang baju saja didepan ku tak mau. Daripada menunggu tanpa ada aksi.Â
Malam pertama kuputuskan, aku yang ambil inisiatif penyerangan seagresif mungkin. Daripada menunggu suamiku yang pemalu beraksi duluan. Bisa-bisa sampai siang hari engga bakalan mulai-mulai. Yah, gini-gini juga kan aku sudah mahir bab begituan.
Dan aghhh..malam yang indah penuh gairah. Tentunya juga malam pertama yang sangat menyenangkan buat suamiku. Tapi buat aku, malam yang penuh gairah ini, entah malam pertama yang keberapa, mungkin saking banyaknya, hingga aku pun tak tahu yang keberapa kalinya. Hhahahah dasar dodol aku ini.
Hari, bulan, tahun terus berlalu. Karir suamiku terus meroket. Dan Aku sendiri pokus pada usaha butik sambil ngurus si dua buah hati tercinta. Hasil tiap malam selalu main ganda campuran.
Ya, puji syukur. Kehidupan ku dan ekonomi ku kini sangat lumayan. Kalau bilang mapan, ya cukuplah, karena sudah punya ini dan itu. Ya begitulah, berkat kerja keras kami berdua, semua yang kami pingini bisa terlaksana. Tapi sayang seribu kali sayang, hingga kini, sang kakek nenek anak-anak ku.Â