Mohon tunggu...
Yatno Lensa
Yatno Lensa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menggagas Literasi Desa

12 September 2018   23:43 Diperbarui: 15 September 2018   23:04 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini berjudul asli "Literasi Desa". Sudah pernah saya unggah di Akun Facebook Pribadi pada tanggal 08 September 2018.

Kalau saja setiap desa ada minimal 10 orang, yang bersedia mendedikasikan waktu, tenaga, fikiran dan materi untuk menghidupkan kegiatan Literasi,  secara khusus meningkatkan Minat Baca Masyarakat, maka kemajuan desa sudah ada didepan mata.

Di setiap desa sudah ada puluhan bahkan mungkin ratusan orang bergelar akademik,  memiliki intelektualitas tinggi, sukses di usaha, profesi dan pekerjaannya, namun baru untuk dirinya sendiri.  Kebanyakan orang menjadikan desa hanya  sebagai tempat tinggal, berteduh dari panas dan hujan, membangun imperium pribadi belaka.

Tingkat pemahaman sebatas bahwa  urusan desa seolah olah hanya tugas perangkat pemerintahan desa. Sampai banyak yang lupa bahwa di seluruh penjuru desa masih membutuhkan banyak perhatian,  khususnya peningkatan kualitas SDM.

Banyak orang yang mengaku "pintar"  dan lebih senang menunjukkan "kepintarannya" melalui Lisan/bicara/pidato. Apalagi sekarang ada tambahan gaya baru yaitu pintar berceloteh dengan update status atau menebar komentar di media sosial. Namun ketika diajak bicara tentang desa (yang notabenene menjadi tempat lahir/tempat tinggal/tempat buang hajat tiap hari/tempat membangun prestisius keluarganya dst)  yang ada malah "Ngeles" (menghindar), berdalih,  beralasan yang dibuat "masuk akal".

Banyak yang Ingin Memajukan Desa, Tetapi melewatkan Cara jitu nya.

Setiap Calon Kepala Desa biasa menyampaikan visi misinya..  Salah satunya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat,  meningkatkan kualitas SDM desa dan bla bla bla.

Ketika ditajamkan lagi "bagaimana caranya", jawabannya sangat pragmatis... Dan bla bla bla lagi...  He he he.

Tak ada satupun yang memasukan kata kata baca dalam visi misi atau program kerja. Mislanya

"membangun kebiasaan membaca", "menjadikan 10% warga gemar membaca"

"membuat 10 Taman Baca di desa"

Atau kalimat lain.

Kepala Desa dalam menjalankan Roda pemerintahannya juga masih minim membuat program kerja yang berkaitan dengan pembudayaan membaca.

misalnya:

- Menganggarkan Pembelian Buku setiap tahun

- mewajibkan warga meminjam buku ke perpustakaan desa 1 minggu 1 buku

- menerapkan peraturan dan sangsi dari peraturan Desa yang dikaitkan dengan buku,

- memberi ruang kegiatan untuk warga agar bisa bertukar buku

-mewajibkan setiap warga yang akan mengurus izin usaha untuk menghibahkan buku ke desa

atau

- mewajibkan Setiap Calon Legislatif yang akan kampanye di desa tersebut harus menyumbngkan buku ke desa.

Ternyata Membangun  Budaya Baca masih kalah populer dan faktnya kerap dikalahkan oleh Pembangunan Fisik (infrastruktur,  sarana prasarana dll).

Makin meningkatnya  Dana Desa yang di terima tidak serta merta menjadikan pemerintah desa bisa merencanakan dan melaksanakan pembangunan desa seutuhnya. Maksudnya bisa menyentuh semua bidang.  Padahal Pemerintah Pusat,  Provinsi dan Kabupaten telah memberi ruang dan kewenangan yang cukup agar desa bisa mengalokasikan dana pembangunan secara merata.

Terjebak pada paradigma pembangunan fisik menjadikan pembangunan SDM kerap terkalahkan oleh pembangunan fisik.

Saya menulis ini bukan berarti melihat pembangun fisik tidak penting. Sebagai warga desa,  tentu akan bangga jika secara fisik desa lebih baik.  Namun demikian akan lebih membanggakan jika desa tempat saya tinggal kemudian seimbang dalam membangun.

Pada saat terjadi penurunan tingkat partisipasi warga masyarakat, baik dalam kegiatan sosial dan kemasyarakatan, mestinya pemerintah desa,  pimpinan organisasi dan lembaga desa mestinya jeli melihat,  bahwa ada gejala sosial yang timbul dan perlu penanganan.

Desa adalah tempat lahir dan tumbuhkembangnya kearifan lokal. Jika penurunan partisipasi adalah gejala memudarnya kearifan lokal,  bisa jadi desa kurang menghidupkan literasi.

Semoga Literasi Desa akan membawa dampak nyata bagi kemajuan desa.

Salam Literasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun