Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Dari Mojang Bandung Hingga Kuliner Khas Subang

30 Mei 2015   14:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:27 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_368448" align="aligncenter" width="448" caption="Kuliner khas RM Tahu Coel (Munir pic)"][/caption]

Malam itu kami tiba di Bandung pukul 12.45 WIB. Rasa lapar mengulik-ngulik lambung. Saya dan teman sekantor Jubir mampir di sebuah warung pingir Tarminal Leuwi Panjang Bandung.

Saya memesan Mie Goreng. Sekedar mengalas perut. Saya sebenarnya mulai terbiasa tak makan malam, tapi cuaca Bandung yang sedikit dinginmenyengat malam itu, memompa rasa lapar.

Kami makan sambil menunggu adek sepupu yang datang menjemput kami. Tak terlalu lama, kira-kira setengah jam, si Mad dan Arif datang mengendarai motor. Mad dan Arif adalah adik-adik saya se kampung, dari pelosok NTT yang belajar ke negeri Pariyangan sejak kecil.

Kami pun makan bareng. Setelah makan, kami mengendarai taksi ke kos nya si Mad di daerah Ci Biru. Tak terlalu jauh dari Kampus UIN Bandung tempat si Mad kuliah. Setelah di kos, kami terlibat diskusi panjang hingga pukul enam pagi. Saya rebah sebentar, sementara Mad dan Arif mencari rental mobil yang akan kami tumpangi ke Subang.

Kami ke Subang dalam rangka melayat teman sekantor (bang Ayi) yang lagi berduka karena ayah kandungnya meninggal dua hari lalu. Setelah melayat ke rumah bang Ayi, kami berencana jalan-jalan. Sekedar mengunjungi obyek-obyek wisata sepanjang jalan yang kami lewati dari Bandung ke Subang.

Sekitar pukul 08.00 si Mad dan temannya Arif, sesama aktivis PMII Cabang Bandung datang mengendarai mobil rental Toyota Avanza yang akan kami tumpangi. Yang memandu sekaligus sebagai driver perjalanan kami ke Subang adalah teman Arif ini (saya lupa namanya). Ia asli Subang, tepatnya di Purwadadi. Kuliah di UIN Bandung dan menjadi aktivis PMII Cabang Bandung.

Saya dan Jubir pun pagi itu segerah bergegas mengemas. Avanza yang kami tumpangi lumayan kumal. Kacanya berjamur, kursi dan dinding bagian dalamnya pun tak terlihat lagi warna aslinya.

[caption id="attachment_368450" align="alignleft" width="448" caption="Aneka rasa RM Tahu Coel (Munir pic)"]

1432968973164934191
1432968973164934191
[/caption]

Tapi dalam hati saya, sudahlah, tak ada akar, batang pun jadi. Yang penting kami bisa sampai di Subang. Sepanjang jalan, adrenalin saya cukup terpompa dengan kondisi Avanza kumal ini. Persnelingnya longgar. Beberapa kali kami berhenti di tengah keramaian lalulintas karena operan gigi gagal dan mobilnya tiba-tiba mati. Meski tanjakan kecil, dengan gigi dua mesinya mati.

Hal yang sama pun terjadi beberapa kali di tanjakan kecil dalam perjalanan itu. Saya hanya mengurut dada. Jubir, Mad dan Arif Nampak pucat pasih. Namun suasana canda tawa tetap mengiringi perjalanan kami. Suasana tegang itu cepat terlerai dengan pemandangan sepanjang jalan yang acap kali dihiasi lalu-lalang mojang-mojang Bandung yang geulis dan moi. Saya hanya tarik napas dalam-dalam melihat mojang-mojang Bandung itu.

Memang, soal perempuan, mojang Bandung tar ada duanya. Udara Bandung yang sejuk, persneling mobil yang bermasalah serta Mojang Bandung yang geulis, melengkapi perjalanan kami. Ada adrenalin yang terus terpacu, kesejukan serta kekaguman yang meletup-letup pada mojang Bandung. Oh mojang Bandung, Tuhan begitu hati-hati menciptakannya.

Sekitar satu jam lebih perjalanan, kami memasuki daerah Lembang. Udara lumayan dingin. Meski sedikit tersengat udara yang dingin, saya menurunkan kaca mobil, sekedar menghirup udara Lembang serta menikmati kebun teh yang berjejer di sebelah kiri jalan.

Sekitar hampir dua jam lebih perjalanan, kami pun memasuki Subang. Udara yang dingin sepanjang melintasi Lembang, ternyata memompa rasa lapar. Saya bilang ke Arif, agar cari tempat makan yang enak dank has sepanjang jalan. Dan kami pun berhenti di rumah Makan Tahu Coel Subang. Letaknya di pinggir jalan.

[caption id="attachment_368452" align="alignleft" width="269" caption="View yang ciamik RM Tahu Coel (Munir pic)"]

1432969086879357576
1432969086879357576
[/caption]

Sebelah kiri tempat duduk saya di RM Tahu Coel, view nya memanjakan mata. Ada kolam renang di tengah-tengah sawah. Dari arah bukit kecil, Nampak ada air yang jatuh ke pematang sawah. Deretan rumah warga bergenteng merah, menyempurnakan view tempat duduk kami.

Saya begitu menginginkan menyantap kuliner khas Sunda, sambil ekor mata ikut melahap panorama alam yang indah itu. Mojang Bandung dan detail-detail keindahan alam Lembang dan Subang, adalah dua keajaiban yang sontak merobek kekaguman. Maka nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dusatakan?

Siang itu saya memilih makan Sayur Asam, Tahu Sumedang, pepes ikan asin, daging babat serta nasi bakar. Tak lupa sambal terasi, agar melengkapi dinamika cita rasanya. Dengan sambal terasi, makan siang hari itu rasanya meledak-ledak. Nasi bakarnya luar biasa maknyos. Isinya padat, tak berminyak. Aroma daun pisang serta asap, melengkapi setiap sisi cita rasa nasi bakar. Gurih, dan beraroma, membuat nasi bakar itu tak tersisah sebutirpun di piring. Ini bukan sekedar rasa lapar, tapi kekaguman !

[caption id="attachment_368453" align="alignleft" width="448" caption="Menikmati uliner RM Tahu Coel (Munir pic)"]

1432969178647572664
1432969178647572664
[/caption]

Begitupun sayur asam, pepes ikan asin serta daging babat yang ciamik. Tar ada dua. Dua jempol untuk kuliner Subang. Perut kami yang keroncongan sudah terisi. Kata teman Arif, “bang setengah jam lagi kita sudah di Subang”, tepatnya di kompleks Yonif 312 tempat tinggal bang Ayi. Sekitar kurang 10 menit pukul 15.00, kami pun tiba di rumah bang Ayi.

Bang Ayi berkisah tentang detik-detik kepergian ayahnya ke hadirat Allah. Matanya sembab. Saya bisa memahami suasana kebatinan bang Ayi. Tiga bulan lalu, ayah saya tercinta pun dipanggil oleh yang Maha Kuasa. Di rumah bang Ayi, kami disuguhkan bakso Subang, tapi sungguh lambung saya sudah menyerah tak berdaya. Saya hanyak menyantap beberapa pentol bakso, dan menikmati es doger Subang yang disajikan bang Ayi.

Sekitar pukul 16.15, kami mohon diri dan pamit pada bang Ayi. Bang Ayi menemani kami hingga keluar dari kompleks Yonis 312. Kami pun meluncur pulang. Di tengah jalan pulang, kami bersepakat mampir ke Ciater. Tempat permandian air panas yang terkenal di Subang.

Setelah membeli celana pendek di pasar Subang, kami menuju Ciater. Sekitar pukul 18 lebih sedikit, kami sampai di Ciater. Karcis masuknya Rp. 27.000. Lumayan murah. Ciater terletak di atas bukit. Tempatnya eksotis, bersih dan tertata. Katanya tempat ini dikelola oleh swasta.

Malam itu, kami berendam puas. Airnya hangat. Uapnya cukup tebal. Disana (Ciater). Semua fasilitas tersedia. Ada kuliner, mini maret, cendramata dan yang terpenting ada mesin ATM. Dengan kondisi badan yang pegal, belum mandi seharian, membuat kami lama berendam di permandian Ciater. Tentu tak lupa berfoto-foto. Hampir hampir dua jam kami rendam di permandian Ciater. Karena berburu bus ke Jakarta, kami pun bergegas pulang. Saya hanya berdecak, Subang telah membuat “susuatu” di hati saya dan mungkin juga Jubir.

Sesampai di Bandung sekitar pukul 09.00, kami mencari tempat makan yang agak sederhana dan santai. Saya lupa nama tempatnya, tapi tak begitu jauh dari kampus UIN Bandung. Dinding warungnya 100% terbuat dari bambu. Tempatnya sepi, hanya di isi oleh beberapa pasangan yang sibuk bercengkrama di pojok warung.

Malam itu saya mencoba kerang saos tiram. Dan lagi-lagi luar biasa. Rasa kerangnya orisinil. Tak seperti biasanya. Di Jakarta, atau beberapa sentra seafood yang pernah saya kunjungi, kerangnya lebih didominasi rasa dan aroma bumbu, sehingga rasa asli kerangnya tenggelam di balik aroma bumbu yang menohok. Tapi kali ini beda. Bumbunya terlihat berani, tapi rasa di lida dan aromanya orisinil. Hm…Bandung memang terlalu. Malam itu Arif, Mad dan teman-teman Arif dari PMII Bandung ikut mengantarkan kami hingga berangat ke Jakarta. []

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun