Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Skor 1-0; Cakar Garuda Mengoyak Panda

6 Juni 2025   09:21 Diperbarui: 6 Juni 2025   09:37 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eksekutor penalti Timnas RI; Ole Romeny  (Sumber : Foto: Aldhi Chandra Setiawan)

Saya bukan pelatih, bukan analis taktik, dan bukan pula orang yang bisa menggiring bola tanpa tersandung kaki sendiri. Tapi laga Indonsia vs China menegangkan

Tapi malam kemarin, saya menonton pertandingan Indonesia lawan China sambil minum kopi tubruk dan mengoleskan balsem di lutut---ritual yang katanya membawa keberuntungan, meski lebih sering membawa ngantuk.

Pertandingan ini penting. Katanya, kalau menang, Indonesia bisa naik kelas: masuk putaran keempat kualifikasi Piala Dunia. Bukan main. Biasanya, kita cuma jadi pelengkap penderita. Kali ini, kita jadi penderita yang melawan.

Laga dimulai. Di layar kaca, para pemain berlarian seperti dikejar utang. Bola diperebutkan, digiring, lalu hilang lagi. China menyerang. Indonesia bertahan. Kadang sebaliknya. Seperti percakapan rumah tangga---tak selalu jelas siapa yang mendominasi.

Tapi semua berubah ketika wasit menunjuk titik putih. Penalti. Saya berdiri. Bukan karena tegang, tapi karena kopi saya tumpah.

Ole Romeny, pemain naturalisasi, maju seperti orang yang sudah pernah melalui antrean panjang di Samsat---tenang, sabar, tahu bahwa hidup ini soal menunggu giliran. Kakinya mengayun, bola meluncur pelan, dan jala gawang China bergetar pelan, seperti dada mantan saat melihatmu sukses.

Seketika, rumah tetangga saya ribut. Bukan karena gol, tapi karena gas elpiji meledak. Tapi saya tetap bersorak, dan sejenak melupakan semua cicilan.

Timnas bermain dengan semangat seperti anak kos yang tinggal dua hari lagi masa kontraknya berakhir. Lini belakang kokoh. Kiper Maarten Paes tampak seperti pos satpam yang tak bisa ditusuk calo. Segala serangan ditolak mentah-mentah, seperti lamaran kerja tanpa ijazah.

Di luar negeri sana, para komentator mulai angkat bicara. Rob Dawson dari ESPN bilang bahwa kemenangan ini adalah momen bersejarah dan bahwa "Indonesia is finally making its statement in Asian football."

Mungkin ia lupa, kita sudah sering bikin pernyataan, cuma sering tidak dibaca. Tapi tak apa. Lebih baik terlambat dipuji daripada rajin kalah tapi dipanggil manis.

Saya teringat kutipan dari filsuf Yunani, Heraclitus: "No man ever steps in the same river twice." Artinya, pertandingan  kemarin malam bukan cuma soal sepak bola. Ini air sungai yang lain, ini Indonesia yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun