Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Nyali Bank Indonesia

23 Juli 2022   07:21 Diperbarui: 23 Juli 2022   07:36 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (foto : istimewa)

Dengan bertahan pada suku bunga 3,5 persen, membuat spread suku bunga The Fed makin tipis. Setali tiga uang dengan tipisnya suku bunga US treasury dengan SBN. Saat ini, US treasury yield bond berada di posisi 2,8 persen (Sumber Investing.com).

Sementara SBN dengan tenor 10 tahun 7,6 persen. Bila spread imbal hasil US treasury  bond dengan SBN kian tipis, membuat harga SBN akan tertekan. Hal tersebut akan terlihat pada hasil lelang SBN mendatang (29 Juli 2022).

Sehari setelah RDG BI yang kembali mempertahankan suku bunga 3,5 persen, mayoritas SBN di berbagai tenor mengalami tekanan harga. Hal tersebut terlihat dari terkereknya yield bond untuk tenor 3 tahun, 5 tahun dan 10 tahun (data Refinitiv).

Tekanan terhadap SBN juga terlihat pada melesatnya Credit Default Swap (CDS) Indonesia. Berdasarkan data World Government Bonds, ID CDS 5-Y terkerek menjadi 142,17 (+46,64% secara mont to date). Artinya Indonesia memiliki probabilitas gagal bayar tersirat 2,37%. Data CDS yang tinggi menggambarkan tingkat risiko SBN. 

Sementara hingga sesi penutupan IHSG pada 22 Juli 2022, IHSG terkerek tipis +22.83 poin (0.33%) ke level 6.886,96 . Terjadi net foreign sell di all market --Rp.380,27 miliar dan di pasar reguler --Rp.470.29 miliar. Sementara net foreign buy, baik negosiasi dan tunai sebesar Rp.90,01 miliar.

Tak luput, tekanan terhadap kurs ke tubir risiko pun terus terjadi. Berdasarkan data JISDOR BI pada 21/7/2022, rupiah melemah -33 pint (-0,2%). Kurs Rupiah masih bergerak di atas Rp.15.300/US dollar (Asumsi APBN 2022 Rp.14.350/US dollar). Sejumlah faktor membuntuti loyonya mata uang merah putih. Diantaranya inflasi yang diperkirakan terus terkerek; dipicu dari sisi penawaran, seiring harga pangan dan energi yang masih membumbung.

Ditambah lagi kebijakan pengetatan ekspor produk pangan negara-negara dalam rangka memenuhi pasokan dalam negerinya. Pemangkasan pertumbuhan ekonomi global oleh berbagai lembaga dunia, termasuk BI; yang dibuntuti momok stagflasi di negara-negara ekonomi utama, menjadi faktor yang akan merongrong permintaan global; khususnya mitra dagang RI.

Demikian pun kinerja PDB AS di kuartal-2 2022 yang diperkirakan negatif. Artinya, negara Paman Sam benar-benar resesi. Setali tiga uang dengan negara-negara kakap Eropa, berikut perlambatan ekonomi China; yang juga mengarah ke tubir resesi, menjadi external shock yang akan menahan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Hal ini menjadi sugesti negatif bagi investor untuk masuk ke dalam asset-aset berisiko di tanah air. Spekulasi paling aman---seiring BI yang emoh mengerek BI7DRRR, adalah mengamankan asetnya di instrumen dengan underlying hard currency. Inilah faktor yang ikut menggerus imunitas rupiah dan ikut menyulut imported inflation.


Jurus pamungkas dan tambahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun