Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Benarkah Indonesia Berpotensi Menyusul Sri Lanka?

15 Juli 2022   09:46 Diperbarui: 15 Juli 2022   09:49 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILustrasi (Foto : istimewa)

Belakangan ini, tragedi bangkutnya Sri Lanka, menjadi horor bagi negara-negara berkembang. Sri Lanka bangkrut, setelah dinyatakan default. Gagal bayar utang!

Ini yang terjadi di Sri Lanka, rasio utang terhadap PDB >100 persen. Sovereign credit rating anjlok. Inflasi meledak hingga 56 persen. Suku bunga kebijakan terkerek hampir 16 persen.

Dunia usaha tiarap. Picu PHK masal. Kerusuhan merebak. Pajabat eksekutif dan legislatif diuber, ditangkap, diikat dan dilempar pakai tai oleh masa.

Pertanyaan horor kemudian meruak kemana-mana. Dus, setelah Sri Lanka, negara berkembang mana lagi  yang jadi tumbal ancaman risiko resesi global? Bagaimana dengan Indonesia?

Fundamental Indonesia masih resilien. Terlihat pada kuartal-2 2022. Kinerja PDB berada di level ekspansi 5,0 persen pada kuartal-1 2022, menunjukan daya imunitas kinerja PDB.

Namun pertumbuhan ekonomi pada kuartal-2 2022 akan terkoreksi--mengalami perlambatan. Ini lebih disebabkan aspek teknikal perhitungan, karena periode baseline lebih tinggi, dimana pada kuartal-2 2021, pertumbuhan ekonomi 7,07 persen

Faktor konsumsi lebaran dan tahun ajaran baru, masih  menjadi pengungkit ekonomi (PDB Pengeluaran) di kuartal-2 2022. Dengan demikian, kalaupun terkoreksi, kinerja PDB hanya stag di -+ 4 persen.

Dengan demikian, Indonesia belum dikatakan resesi, bila pada kuartal-2, kinerja PDB hanya mengalami perlambatan. Dikatakan resesi, bila kinerja PDB negatif  dua kuartal berturut-turut.

Dengan  purchasing manager index/PMI 51, menunjukan bahwa indikator output masih di level baik/ekspansi. Demikian juga international balance of payment yang masih mencatat surplus.

Namun catatannya, windfall revenue dari ekspor komoditas yang memberikan kontribusi pada NPI, akan terkoreksi, seiring commodity price index yang menunjukan penurunan. Disebabkan global demand yang mengalami penurunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun