Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Indonesia Turun Kelas Lagi?

3 September 2020   11:20 Diperbarui: 4 September 2020   20:47 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber : covenantgrove)

Deflasi itu tak selamanya borok. Bisa saja dilakukan untuk mendorong ekspor (seperti tempo, yang dilakukan Jepang/China untuk mengungkit ekspor). Tapi kita dalam posisi global demand yang rendah selama pandemi.

Meski baru-baru BPS umumkan, surplus neraca dagang, namun bukan karena peningkatan ekspor, tapi karena impor yang melorot. Khususnya impor bahan baku dan penolong untuk industri. Karena Industri dalam negeri sedang kusut-kusutnya.

Soal Industri cerita lama. Soal perdebatan RI deindustrialisasi atau tidak sebelum pandemi? Ke data saja. Sejak 2014-2019, pertumbuhan industri selalu di bawah PDB kok. Itu artinya RI alami deindustrialisasi secara konsensusnya?

Yang kita bayangkan, Indonesia yang baru saja naik kelas, menuju upper middle, usai diumumkan bank dunia. Namun bisa jadi kembali melorot-turun level. Terjun bebas. Menkeu sudah ancang-ancang umumkan, bahwa pada Q3 2020, pertumbuhan ekonomi kembali negatif.

Waktu satu bulan lebih ini digunakan sebisa mungkin. Berbagai paket kebijakan stimulus digenjot. Baik usaha mikro, pun konsumsi pemerintah dan masyarakat.

Tapi kita juga kaget alang kepalang. Per Agustus 2020, realisasi anggaran K/L , rata-rata baru di kisaran 50%. Padahal, TA 2020 tinggal 3 bulan. Apa baru mau kebut akhir tahun?

Pula ini bukan melulu soal angka saja. Bahwa spending pemerintah dari sisi belanja barang, terlebih belanja modal, diharapkan punya afek ganda terhadap ekonomi secara kualitatifnya. Terutama sektor riil dan yang padat karya.

Setidaknya, PDB dari sisi kelompok pengeluaran, bisa diungkit oleh konsumsi pemerintah. Selain konsumsi RT yang selama ini berkontribusi lebih besar (58% dari PDB pengeluaran).

Kalau sudah gelontor stimulus besar-besaran, namun realisasi anggaran K/L enjot-enjotan, pun spending masyarakat untuk konsumsi juga demikian, masyarakat irit, cenderung nabung. Lantas bagaimana ini?

Begini ya, kita lihat negara-negara yang sudah rebound ekonominya, apa yang mereka buat? Bahkan keukeuh? Ya mitigasi Corona. Karena di sini episentrum masalah. Penurunan ekonomi hanyalah akibat. Pemicu negatifnya adalah pandemi. Beresin Covid, ekonomi pelan-pelan bisa pulih.

China sebagai kakak tertua Indonesia, lockdown habis-habisan. Pembatasan sosial. Ekstra regulasi terhadap protokol Covid. Macam-macam kena popor senjata dan kena sepatu boneng. Apalagi serdadu China beringas minta ampun. Demikianpun di negara-negara Eropa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun