Kita cuma mengenang legacy Pancasila. Apa pasal? Kalau Pancasila itu, benar-benar hidup, maka mestinya, sedapat mungkin ada dan menggairahkan kehidupan berbangsa kita.
Sekarang ini, segala apa yang berafiliasi ke agama, khususnya Islam, selalu dituding ekstrem, radikal, anti Pancasila dan turunannya. _Halaqah-halaqah_ agama, seakan tak mendapat tempat dalam kehidupan bernegara.
Kadung diberi stempel, distigma, berupa-rupa stigma. Kehidupan---kebertuhanan dalam negara itu terancam. Mestinya, sila Ketuhanan, itu menjamin kehidupan kebertuhanan setiap warga negara.
Kalau kebertuhanan ini sudah tiada, lalu apa jadi sila-sila lain? Dus, Ketuhanan itu menjadi episentrum nilai, memberikan prospek bagi sila-sila lainnya dalam Pancasila.
Kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan permusyawaratan serta keadilan sosial, adalah buah dari kesadaran kebertuhanan. Apa jadi bila sila ketuhanan itu tampak dilemma? Atau nyaris almarhum?
Jadi ketuhanan, adaalah gelombang emanasi yang terpatri ke dalam fragmen-fragmen nilai dari Pancasila itu sendiri. Dia tidak terpisah-pisah, tapi seperti sebuah gerak sentripetal. Ketuhanan (sila pertama) adalah sentrumnya.
Kehidupan berpancasila itu bukan malah makin jauh dari keberagamaan---kebertuhanan. Silah-sila di bawah ketuhanan, itu bukan efek semu, seperti hukum gerak sentrifugal. Menjahui ketuhanan sebagai sentrumnya.
Kesaktian Pancasila, ada pada jiwa kebertuhanan dalam Pancasila. Jika itu telah mati, dipersiapkan peralahan-lahan mati, maka matilah semua derivasi nilainya.
Sampailah di ujung cerita, bahwa disparitas kemakmuran antar wilayah masih tajam. Kalau ada data yang menyebut, terdapat kelompok kecil masyarakat yang menguasai mayoritas kekayaan negeri ini ada benarnya, maka jelas-jelas Pancasila itu almarhum.
Angka ketimpangan antar wilayah masih sangat tinggi. Kemiskinan di kawasan timur Indonesia sebesar 18,01 persen, kawasan barat Indonesia 10,33 persen, dan perkotaan 7,02 persen. Sementara ketimpangan pendapatan perdesaan 0,324 dan perkotaan 0,4.
Pendidikan menjadi investasi terbuka, materialis, komersil, neolib. Yang kaya sekolah di tempat bagus, yang blangsak cukup di sekolah murahan rendah mutu. Yang kaya makin pintar, yang blangsak makin dungu. Itu berarti Pancasila sudah almarhum.