Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membaca “Niat Jahat Ahok” dalam Kasus Sumber Waras

14 April 2016   17:28 Diperbarui: 14 April 2016   18:03 2493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Membaca "Niat Jahat Ahok" (Sumber foto : Facebook Ananda Puja Taher Chaniago)"][/caption]

Terkait kasus pembelian lahan RS Sumber Waras, KPK berdalih, belum menemukan indikasi “niat jahat.” Dan mari kita bertanya pada KPK, apakah suatu prilaku atau perbuatan, didahului dengan suatu niat, atau sebaliknya, suatu perbuatan dilakukan, baru disusul dengan niat? Jika benar Ahok terlibat skandal Sumber Waras, KPK tak perlu berkelik macam-macam. Tak perlu membolak-balik logika publik.

Dalam dugaan keterlibatan Ahok pada kasus SW, KPK seakan-akan membolak-balik logika publik, sementara, indikasi kesalahan dan kerugian negara terpampang dan terang-benderang di depan mata publik terkait pembelian lahan SW. Orang paling awam pun percaya, yang dilakukan Ahok itu “engga benar.” Dengan membolak-balik logika publik, KPK patut dicurigai, apakah KPK tebang pilih dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi di tanah air?

Semestinya, terkait kasus SW, harus ditelisik dari kejanggalan-kejanggalan prosedural. Apalagi kejanggalan-kejanggalan itu berpotensi merugikan keuangan negara. Maka terhadapnya, KPK harus membaca secara kritis terhadap alur masalah. Kejanggalan-kejanggalan dalam pembelian lahan SW sebagaimana temuan BPK, adalah suatu indikasi perbuatan jahat yang didahului  dengan niat jahat (Baca Ini 12 temuan fakta pembelian lahan bermasalah RS Sumber Waras oleh pemprov DKI). Jika benar Ahok ikut bermain dan diikuti dengan dua barang bukti, maka KPK jangan ragu-ragu menaikkan status hukum Ahok dari saksi menjadi tersangka.

Oleh sebab itu, KPK harus kritis membaca kasus SW dari hilir masalah, bahwa kejanggalan-demi kejanggalan dalam kasus SW, adalah suatu perbuatan hukum yang diduga menimbulkan kerugian negara sebagaimana temuan BPK, maka jelas perbuatan hukum tersebut diawali dengan suatu niat jahat yang dilakukan dengan cara-cara halus dan sistematis. Dalam kasus SW, kita membaca, bahwa tanda-tanda babak belurnya Ahok itu sudah diberitakan media secara kasar soal keterlibatan Sunny; stafsus Ahok (BacaTadinya Jelas Hitam dan Putih Sekarang Ahok Terlihat Abu-abu). Wara-wiwi opini Ahok sehari setelah diperiksa KPK; Cuma cerita kepanikan Ahok.

Coba perhatikan gestur muka Ahok  setelah 12 jam diperiksa KPK. Dari kening, kantung mata dan pipinya seakan-akan jatuh ke bawah. Senyumnya tak lebar. Kalaupun senyum pada wartawan, arah gerak bibirnya seakan tumpah ke bawah. Ahok terlihat tak sanggup melihat kedepan. Tatapannya pendek, jangkauannya tak lebih dari dua meter. Pandangannya berat. Dengan 12 jam dperiksa penyidik KPK, sistem hormonalnya tersedot kebagian organ kepala.

Jadi wara-wiri opini yang disebarkan Ahok di beberapa media, cumalah reaksi stress, panik, phobia dan parno yang berlebihan sesaat setelah diperiksa KPK.  Coba dianalisa, Ahok begitu reaktif berkelik panjang lebar ketika ditanya wartawan setelah diperiksa KPK. Jika Anda bertanya pada seseorang dan ia langsung menjawab setelah diberi pertanyaan, maka ada kemungkinan orang tersebut sedang berbohong. Hal ini karena pembohong telah melatih jawaban atau sudah memikirkan jawaban untuk mengatasi situasi. Dalam deteksi kebohongan verbal, berhati-hatilah dengan respon emosional yang impulsif. Waktu dan durasi cenderung hilang ketika seseorang sedang berbohong. 

BPK Nganco?

Merasa terpojok, Ahok buru-buru mencari peruntungan dengan beropini di media. Menelikung BPK, dengan menyatakan auditor negara itu “ngaco.” Satu hari setelah diteriaki “maling” oleh pendemo di KPK saat pemeriksaan Ahok, melalui beberapa media dan ICW, mulai beropini macam-macam memojokkan BPK. Jelas pernyataan yang sama bisa ditimpali ke Ahok, sebab seluruh dokumen yang diaudit BPK, itu bersumber dari pemda DKI (Baca : Ini 12 temuan fakta pembelian lahan bermasalah RS Sumber Waras oleh pemprov DKI)

Jadi siapa sesungguhnya yang ngaco? Darimana sumber dikumen yang diaudit BPK? Sebaliknya, jika Ahok merasa hasil audit BPK itu menzaliminya, tidak berbasis pada dokumen yang diserahkan oleh pemda DKI atau disembunyikan BPK, maka pertanyaannya, beranikah Ahok menggugat ihwal hasil audit BPK ke pengadilan???  Tentu dengan menyebut BPK ngaco, Ahok sesungguhnya sedang menggoreng opini, menstigmai BPK. Pasalnya, jika Ahok merasa dicederai BPK, sebaiknya ia mengambil jalur hukum. Bukan beropini (Baca : PDI-P minta KPK tak termakan omongan Ahok).

Sebagai pihak yang merasa diuntungkan dengan oligarki opini, mungkin Ahok ingin mencoba peruntungan dengan wara-wiri menggiring opini publik. Tapi sayang, sudah TERLAMBAT ! Rakyat Jakarta sudah kaadung tak agi percaya pada Ahok. Tersorotnya orang-orang dekat Ahok dalam pusaran korupsi, demikian pun Ahok sendiri yang kini sudah terseret dalam beberapa dugaan korupsi (kasus Sumber Waras, Reklamasi Podomoro, Gratifiksi Ahok Center dan Teman Ahok), semakin menggerus kepercayaan publik pada gubernur DKI yang dikabari pingsan saat diperiksa KPK (Baca Tadinya Jelas Hitam dan Putih Sekarang Ahok Terlihat Abu-abu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun