Mohon tunggu...
yakub adi krisanto
yakub adi krisanto Mohon Tunggu... -

hanya seorang yang menjelajahi belantara intelektualitas, dan terjebak pada ekstase untuk selalu mendalami pengetahuan dan mencari jawab atas pergumulan kognisi yang menggelegar dalam benak pemikiran.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Jakarta Bukan untuk Pendatang yang Sudah Berhasil!

20 Agustus 2012   13:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:31 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Pernyataan kontroversial disampaikan oleh Gubernur DKI, Fauzi Bowo yang menyatakan bahwa kalau sudah berhasil tidak perlu datang ke Jakarta. Pernyataan tersebt memiliki makna denotatif dan konotatif, dimana keduanya dapat memiliki keterkaitan. Keterkaitan yang hanya dapat dipahami sendiri oleh si pembuat pernyataan. Makna denotasi dari pernyataan tersebut adalah pendatang yang akan datang bersama mudikers dilarang datang ke Jakarta. Khususnya pendatang yang sudah berhasil di daerah dilarang untuk datang ke Ibukota. Alasannya adalah kalau sudah berhasil di daerah, mengapa harus datang ke Jakarta. Pendatang yang sudah datang ke Jakarta akan menambah kepadatan Ibukota dengan penggunaan mobil di jalanan ibukota.

Pendatang yang sudah berhasil dilarang menegembangkan lagi keberhasilan ekonominya di Ibukota. Padahal kesempatan meningkatkan kapasitas diri dan/atau usahanya di Ibukota sangat terbuka luas. Sebagai Ibukota, aktivitas ekonomi sebagian besar terpusat di Jakarta. Sehingga makna konotatif dari pernyataan Fauzi Bowo adalah warga non Jakarta dilarang menikmati 'kue' ekonomi yang porsi besarnya ada di Jakarta. Pernyataan ini akan berimplikasi pada penolakan anggota DPR, hakim agung, jaksa, anggota Polri atau PNS untuk datang dan berkiprah di Ibukota. Dan pada akhirnya pernyataan tersebut mengingkari Jakarta sebagai Ibukota RI, karena warga negara Indonesia yang berhasil atau memiliki prestasi dilaramg datang oleh Gubernur DKI.

Pernyataan tersebut juga mengingkari bahwa pendatang adalah warga negara yang berusaha memperbaiki kehidupannya dengan mengadu nasib di Ibukota. Baik yang berpendidikan maupun yang nir keterampilan, mereka datang dengan harapan untuk meningkatkan kesejahteraan. Karena Jakarta memiliki banyak kesempatan yang tidak tersedia di daerah. Sebagai ibukota, pusat ekonomi dan pemerintahan menjadi daya tarik dan kelebihan dibandingkan dengan kota lain seperti ibukota propinsi di Indonesia. Jakarta dan sekitar bukan apa-apa kalau tidak berpredikat sebagai Ibukota. Perkembangannya tidak akan sepesat saat ini, pembangunannya tidak akan semegah sekarang. Sebagai ibukota, maka warga negara Indonesia dari pelosok negeri akan berbondong-bondong ke Ibukota baik dilrang atau tidak dilarang. Sarjana fresh graduate akan mengarahkan usaha pencarian kerja di Jakarta. Apakah sarjana yang demikian bukan termasuk kategori berhasil sehingga patut dilarang datang ke Ibukota.

Larangan bagi pendatang yang sudah berhasil juga memiliki makna konotatif, dimana pernyataan tersebut diucapkan masih dalam konteks kompetisi pemilihan gubernur DKI. Dalam maknanya yang konotatif ini, kompetitor Fauzi Bowo yaitu Jokowi. Jokowi sebagai kepala daerah dicitrakan oleh media sebagai walikota yang berhasil dengan sederetan keberhasilan. Sebagai kepala daerah yang berhasil, Jokowi adalah putra daerah yang mengadu nasib sebagai calon gubernur DKI. Mencalonkan diri sebagai gubernur ibukota di lindungi oleh konstitusi dan undang-undang, mengapa sekaliber kepala daerah ibukota Indonesia masih hendak mengingkari konstitusi. Apabila diskursus putra daerah di pilkada sudah meredup, malah muncul di Ibukota dan dilontarkan sendiri oleh gubenurnya. Apakah harus putra daerah yang memimpin Ibukota?

Sekali lagi makna dari pernyataan Fauzi Bowo dapat dipahami menjadi dua sebagaimana diuraikan diatas. Dan masih ada makna lain dari dua makna tersebut yang kebenarannya hanya tersimpan dibalik otak dan hati si pembuat pernyataan. Makna denotatif dan konotatif yang diungkapkan diatas memiliki keterkaitan makna. Dan dalqm keterkaitan tersebut termaktub dualisme makna, hak tersebut dapat terjadi dan tidak terhindari. Kata-kata memiliki kompleksitas dan komprehensifitas makna. Apa yang terungkap mewakili kerangka berpikir si pembuat atau pelontar kata tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun