Mohon tunggu...
Yahya Muhaimin
Yahya Muhaimin Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Aktif

Mahsiswa aktif Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2019

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman Berita Hoax Penggelapan Dana Berdasarkan Hukum Profesi Jurnalistik dan Etika Media Masa di Indonesia

22 Juni 2021   01:16 Diperbarui: 22 Juni 2021   01:24 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ANCAMAN UNTUK BERITA HOAX PENGGELAPA DANA BATUAN PALESTINA OLEH USTAD ADI HIDAYAT BERDASARKAN PADA HUKUM PROFESI JURNALISTIK DAN ETIKA MEDIA MASA

DI INDONESIA

Kemajuan teknologi dan informasi dewasa ini turut memberikan berbagai dampak  positif dan negatif terhadap penyampaian sebuah  pesan melalui media. Dimana pesan atau  informasi yang ingin disampaikan melalui media sangat cepat untuk di ketahui khalayak.[1] Terlebih pada media massa, informasi tersebut menyebar diberbagai media massa seperti facebook, instagram, twitter, whatsapp, berita online tanpa proses filterisasi sebuah pesan. Padahal kebenaran dari sebuah pesan akan mempengaruhi fikiran, emosi dan kepercayaan seseorang atau sekelompok orang dalam bertindak . Apabila pesan atau informasi tersebut berisi nilai kebohongan (Hoax) maka akan mempengaruhi kredibilitas sebuah media sebagai alat untuk menyampaikan sebuah pesan atau informasi.[2] Definisi hoax  Oxford-Dictionaries yang kami akses melalui laman English Oxford Living Dictionaries :[3] A humorous or malicious deception Sedangkan hoaks menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagaimana yang kami akses melalui laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia berarti berita bohong. 

Media yang dalam hal ini bertindak sebagai perantara akan terancam reputasinya  dan kepercayaan dari komunikan atau publik sebagai sebuah alat karena maraknya pemberitaan yang belum teruji kebenarannya atau hoax. Dalam kajian hukum dan media massa, moral dan etika tersebut dikaitkan pada kewajiban para jurnalistik antara lain seperti; pelaksanaan kode etik jurnalistik dalam setiap aktivitas jurnalistiknya, tunduk pada institusi dan peraturan hukum untuk melaksanakan dengan etiket baiknya sebagaimana ketentuan-ketentuan di dalam hukum tersebut yang merupakan perangkat prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang pada umumnya sudah diterima dan disetujui oleh masyarakat.[4] Sehubungan dengan hal itu, prinsip etika bagi profesi jurnalistik memberikan dasar hukum bagi pengelolaan pemberitaan di media secara tertib dalam hubungan antar subyek hukum.[5] 

Salah satu beita hoax yang sedang ramai dibicarakan ialah berita penggelapan dana oleh salah satu ustad di Indonesia yaitu Ustad Adi Hidayat. Menanggapi berita yang belum terbukti akan kebenarannya tersebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar pihak tertentu tidak memunculkan tudingan fitnah terkait aksi penggalangan donasi bantuan untuk Palestina. 

Hal ini karena ada fitnah terhadap penceramah Ustaz Adi Hidayat (UAH) yang sebelumnya menghimpun dana sebesar Rp30,88 miliar dari masyarakat untuk Palestina.Wakil Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fahmi Salim mengingatkan bertanya dan meminta penjelasan itu berbeda dengan memfitnah. Dia menyinggung ada perilaku netizen yang sengaja menyebarkan fitnah dengan membuat berita, meng-capture sesuatu yang berujung informasi bohong alias hoax.

Adanya kasus hoax seperti yang telah dijabarkan diatas membuat kita seharusnya lebih bijak dalam membuat postingan dan artikel yang diposting melalui internet karena seharusnya media berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertianpengembangan tata cara, mode, gaya, hidup, dan norma-norma. Media menjadi sumber dominan bagi individu dan masyarakat untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial; media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.[6] Bukan malah menjadikan media sebagai sumber-sumber yang menyesatkan dan menberikan dampak buruk bagi masyarakat.[7] 

Berita Hoax yang pada awalnya digunakan sebagian orang untuk sekedar lelucon, kini menjadi semakin meresahkan. Berbagai pemberitaan bohong atau berita Hoax menyebar luas, dan kini menyebabkan berbagai hal negatif dan mulai meresahkan banyak kalangan.[8] Oleh karena itu, diharapkan agar kita tidak dengan mudah menerima segala pemberitaan, apalagi suatu berita yang berisi tentang hal yang kurang masuk akal dan tidak jelas sumber beritanya.[9] Perlu kita ingat, bahwa suatu berita Hoax, dapat tersebar dengan luas hanya dalam waktu yang singkat karena kebanyakan dari kita justru ikut menyebarluaskan berita tersebut.[10] 

Berdasarkan informasi  dari situs web Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Inonesia, sepanjang tahun  2016 Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya telah berhasil memblokir 300 lebih akun  media sosial dan media online yang menyebarkan informasi hoax, provokasi, hingga SARA dari 800 ribu situs di Indonesia yang terisndikasi sebagai penyebar berita palsu (Hoax) dan ujaran kebencian yang sedang diawasi pemerintah ( Rafi, 2017 : 23).[11]Oleh karena itu filterisasi sebuah informasi yang disampaikan melaui media massa sangat perlu dilakukan, mengingat banyaknya masalah bahkan tindakan kriminal yang dapat  terjadi akibat berita hoax tersebut.  

Beberapa cara filterisasi yang dapat dilakuan untuk menghindari berita hoax tersebut  menurut Nukman Luthfi dengan meningkatkan literasi media dan literasi media massa. Media memiliki pengaruh yang kuat terhadap pembentukan pola pikir, sikap, dan perilaku khalayak.[12] Agar perilaku media selaras dengan kepentingan nasional, maka dibutuhkan regulasi yang menjamin profesionalisme media. Regulasi adalah peraturan yang harus diikuti oleh media dalam menjalankan peran dan fungsinya di masyarakat. Regulasi dapat berbentuk peraturan yang ditetapkan pemerintah (seperti Undang-Undang Pers) atau kode etik yang berupa keputusan organisasi profesi (seperti Kode Etik Jurnalistik).

Perbuatan menyebarkan hoax melalui internet dalam kasus fitnah atas Ustad Adi Hidayat termasuk dalam cyber crime. Perbuatan menyebarkan hoax melalui media komunikasi elektronik dapat dijatuhi hukum pidana berdasarkan pada Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ("UU ITE") sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ("UU 19/2016") mengatur mengenai penyebaran berita bohong di media elektronik (termasuk sosial media) menyatakan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun