Hal ini sejalan dengan pengurangan angka infeksi (salah satunya pada kulit) pada balita di Kabupaten Muratara yang cenderung fluktuatif dalam rentang tahun 2015-2017 (Data Kesehatan Muratara, 2016).Â
Manfaat kelapa sawit dalam mewujudkan misi keempat (peningkatan kesehatan masyarakat) terdiri atas pembuatan losion dan krim, pengurangan rasa luka bakar, dam bahan baku pembuatan sabun.
Pemanfaatan pertama pada kelapa sawit adalah sebagai emulsifier dalam pembuatan lotion dan krim. Persamaan antara lotion dan krim adalah sama-sama emulsi, yaitu pencampuran fasa air dan fasa minyak.Â
Pemanfaatan keduanya merupakan antioksidan yang baik untuk mencegah penyakit kulit yang disebabkan oleh kekurangan gizi, asap rokok, sinar ultraviolet, dan polusi. Perbedaan antara losion dan krim terletak pada jumlah fasa air dan fasa minyak dimana krim lebih padat daripada losion karena memiliki lebih banyak fasa minyak daripada fasa air.Â
Walaupun begitu, keduanya dapat menyatu dengan menggunakan emulsifier atau pengemulsi melalui turunan minyak kelapa sawit, yaitu stearil alkohol etoksilat. Biasanya, orang akan menggunakan pengemulsi dari minyak bumi.
Padahal, minyak bumi merupakan petrokimia yang tidak terbarukan sehingga dapat habis penggunaannya. Akhir-akhir ini, peneliti mencoba berbagai macam minyak nabati (salah satunya minyak kelapa sawit) untuk membuat produk farmasi yang menyehatkan kulit.Â
Kelebihan dari turunan dari minyak kelapa sawit adalah tahan terhadap pH lingkungan dan bersifat emolien (pelembut). Berdasarkan penelitian, penambahan stearil alkohol etoksilat memengaruhi stabilitas atau kepadatan kedua emulsi. Penambahan emulsifier tersebut akan menurunkan stabilitas lotion dan meningkatkan stabilitas cream.Â
Tetapi, pH pada lotion dan cream tetap berada pada angka 7 atau netral.
Pemanfaatan kedua pada kelapa sawit adalah pengurangan luka bakar. Seperti yang diketahui, luka bakar di kulit rentan terhadap infeksi oleh mikroba seperti bakteri S. Aureus yang bersifat resistensi terhadap antibiotik sebesar 77 % dan bakteri E. Coli sebesar 19 %.Â
Para peneliti mencoba menggunakan ekstrak cangkang kelapa sawit. Perlu diketahui bahwa bakteri S. Aureus termasuk jenis bakteri gram positif dan E. Coli termasuk jenis bakteri gram negatif. Ekstrak cangkang kelapa sawit memiliki metabolit sekunder yang dibutuhkan untuk membuat produk antimikroba, khususnya triterpenoid, alkaloid, flavonoid, sterioid, dan tanin.Â
Berdasarkan penelitian, zat aktif yang dominan terhadap pencegahan infeksi adalah triterpenoid dan flavonoid. Triterpenoid bekerja dalam mengganggu aktivitas pembentukan dinding sel pada bakteri gram positif agar mudah dirusak oleh flavonoid. Dinding sel tersebut mengandung peptidoglikan yang mudah ditembus oleh kedua zat aktif tersebut.Â
Kepolaran yang tinggi pada zat aktif dan peptidoglikan menyebabkan daya hambat terhadap luka yang lebih tinggi dibandingkan bakteri gram negatif. Semakin banyaknya ekstrak cangkang kelapa sawit sebanyak 100 %, mikroba semakin terhambat terhadap luka (terutama S. Aureus) karena tidak tumbuh pada suasana asam (pH 4 pada ekstrak cangkang kelapa sawit) sehingga direkomendasikan sebagai pengganti betadine.