Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Kau Ayahku

13 April 2015   10:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:11 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Dah ayah....!" seruku seraya berlari keluar rumah setelah ku salami dan ku cium punggung tangannya seperti biasa, tak lupa ku kecup pipinya pula. Itu ritual pagiku sebelum berkumpul dengan semua temanku di sekolah. Mau apa lagi, seingatku aku hanya hidup bersama pria satu-satunya di rumah mungil itu, yaitu pria yang ku panggil ayah.

Ibuku....aku tak tahu, ayah tak pernah mau bercerita padaku. Dan itu tak pernah menjadi masalah bagiku meski aku sendiri sering menerka-nerka, aku pernah melihat foto seorang wanita di laci meja tempat tidur ayah. Ku pikir....mungkin dia ibuku, mungkin juga ada satu alasan yang membuat mereka berpisah dan aku tetap tinggal bersama ayah.

Usiaku sudah hampir 17 tahun, tapi terkadang aku masih sering menyelinap masuk ke kamar ayah dan ikut tidur di sampingnya. Apalagi saat hujan, aku minta ayah memelukku erat tatkala petir menyambar bumi. Ayah selalu berusaha memberikan semua yang aku inginkan meski akupun tak meminta, kami bukan orang kaya tapi ayah tak pernah membiarkan ku kekurangan. Ayah hanyalah seorang pemilik bengkel kecil di pinggir jalan, semua di kerjakannya sendiri. Terkadang rame, terkadang sepi, penghasilanpun selalu tak pasti. Terkadang aku ikut duduk di sana, habis kalau aku mau bantu ayah selalu melarangku. Katanya aku harus fokus belajar saja biar jadi orang sukses. Melihat peluh ayah yang menetes membuatku semakin mencintainya.

*****

Ku parkir motorku di samping bengkel ayah, sejak ku terima hasil ujian matematikaku aku tak berhenti tersenyum karena aku mendapat nilai sempurna. Ayah pasti akan sangat senang, tapi senyumku itu hilang ketika kulihat sebuah mobil dinas warna hijau army berbintang dua teronggok di depan bengkel ayah. Ada apa gerangan? Apa ayah melakukan sebuah kesalahan hingga ada mobil seorang perwira terparkir di sana? Jantungku mulai berdegup kencang, apakah ayah akan di tangkap?

Ku langkahkan kaki perlahan memasuki bengkel kecil itu, dua pasang mata menatapku. Salah satunya adalah mata ayah, ada sebuah penyelasan di mata itu. Aku tak mengerti, ku alihkan tatapanku ke arah pria bertubuh tegap dengan jaket kulit warna hitam dan jeans biru. Saat pria itu bangkit bisa ku lihat sebuah senjata api terselip di pinggangnya, aku mulai takut. Perlahan ku langkahkan kaki menghampiri ayah.

"Ayah, ada apa?" tanyaku lirih. Ayah hanya menatapku diam, pria itu juga menatapku. Ayah menurunkan pandangannya dan ku ikuti arah matanya. Kulihat sebuah foto tergeletak di sana, foto seorang anak kecil dan aku tahu siapa anak kecil berusia 2 tahun itu. Anak itu adalah aku! Aku semakin heran. Menatap foto itu, menatap ayah dan juga pria itu.

Sebuah suara mobil merapat membuatku harus menoleh, ada dua mobil di sana. Sebuah city car mewah dan sebuah mobil polisi. Seorang wanita dan pria keluar dari city car warna silver itu dan dua orang berseragam polisi keluar dari mobil polisi. Mereka semua memasuki bengkel ayah, dua orang polisi itu menodongkan senjata api ke arah ayahku, aku makin tak mengerti apalagi melihat wanita dan pria berkacamata itu yang terus memandangiku.

Ku lihat matanya berkaca-kaca, dan tanpa bicara apapun langsung saja memelukku seraya terisak. Hatiku makin bercampur aduk, otakku bahkan tak mampu lagi berfikir tentang apa yang sebenarnya terjadi.

"Putriku.....putri kecilku!" tangis wanita itu melepaskan pelukannya lalu menciumiku tanpa henti, lalu kembali memelukku. Dalam situasi itu kulihat dua orang polisi itu menghampiri ayah dan memborgol kedua tangannya di belakang. Aku langsung saja melepaskan pelukan wanita itu dan menghampiri ayah yang sedang di giring keluar tapi wanita itu malah menahan tanganku.

"Ayah!" seruku,
"Dia bukan ayahmu!" sahut wanita yang tadi memanggilku sebagai putrinya. Aku menoleh padanya tak mengerti. Ku toleh ayah kembali yang berjalan ke dalam mobil polisi itu dan menenggelamkan dirinya di sana. Ku lepaskan tangan wanita itu, aku berlari mengejar ayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun