Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Prince of Volley #Part 1

23 November 2016   14:29 Diperbarui: 23 November 2016   14:31 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Sebelumnya, Prince of Volley #Prologue

 

Ilham berlatih voli dengan Leon, Jonas, dan Arya. Dua lawan dua, sakit di kakinya sudah tak terasa ngilu lagi. Beberapa bulan terakhir ia tak bisa ikut bertanding setiap ada pertandingan, bahkan posisinya sebagai kapten juga harus digantikan sementara oleh Alfi. Tapi ia tak ingin selamanya seperti itu. Ia tak akan mengalah pada rasa sakit.

Ketika Bola yang dismash Leon hendak dibalas Ilham, tiba-tiba seseorang menangkapnya. Pemuda itu menerjang ke depan Ilham hingga mereka hampir bertabrakan. Beruntung Ilham bisa mendapatkan keseimbangannya hingga tak terjatuh. Leon melotot melihat Alfi mengganggu latihannya. Seniornya yang berbeda fakultas itu memang sudah lama menunggu Ilham lengser sebagai Ketua Klub, agar dirinya kembali menduduki jabatan itu. Leon menghampiri dengan menembus bawah jaring net.

"Alf, bisa nggak sih kamu jangan kekanakan?" kesalnya.

"Kekanakan," sahutnya, "aku cuma mau dia itu sadar kalau dia sudah tidak mampu lagi bermain. Lihat saja, passingnya saja selalu nggak sempurna. Bahkan smash-annya juga terlalu lemah, dia itu sudah nggak berguna!" cibirnya.

Ilham hanya melebarkan mata, sementara darah Leon justru mendidih, "kamu nggak seharusnya ngomong seperti itu, Alf. Ilham cuma butuh istirahat sampai kakinya benar-benar sembuh!" kesalnya.

"Ha...,ha...," tawa Alfi diiringi tawa beberapa anak yang kembali memihak padanya, "sudahlah..., nggak usah maksa. Nyali kamu itu emang cemen kan, Ham. Baru cedera begitu saja, sudah bikin prestasimu anjlok. Kamu emang nggak pantes jadi atlet!"

"Alfi," teriak Leon mengangkat tinjunya, tapi Ilham segera mencegah, "Leon. Sudahlah, jangan buat keributan. Kita masih satu tim, lebih baik kalian latihan karena turnamen musim-an sudah deket!" katanya lalu berbalik dan melangkah ke pinggir lapangan.

Alfi terlihat menyimpulkan senyum kemenangan di bibirnya. Membuat Leon semakin muak, ekspresi Leon yang terlihat kesal membuat Alfi lebih bersorak dalam hati. Leon terpaksa menjatuhkan tinjunya dan mengikuti Ilham. Malah ia latihan bersama Alfi.

Ilham memungut botol air mineral dan menenggaknya. Leon sudah disisinya, "aku heran deh sama kamu, sekarang kamu itu berubah Ham!" protesnya. Ilham terlihat cuek, ia berjalan meninggalkan lapangan. Leon mengikuti.

"Banyak berubah, kamu menjadi sosok Ilham yang lain. Sejak dia pergi!"

Ilham menghentikan langkah tanpa menoleh sahabatnya. Leon ikut berhenti pula, menatapnya.

"Aku tahu perasaan kamu sama dia, aku yang paling tahu, Ham. Dan sebelum kamu punya kesempatan untuk deket sama dia, kamu masih baik-baik saja. Tapi sejak kamu deket sama dia, dan sekarang dia pergi..., kamu berubah. Kamu bukan Ilham yang aku kenal!" geram Leon, "kamu menjadi lembek, lemah,____pengecut!" cibirnya.

Ilham mengepalkan tinjunya.

"Bahkan untuk melawan Alfi saja kamu memilih diam seperti anak SD!"

PUUKK!

Seketika Leon terbungkam dan menutup mata ketika tinju Ilham mengarah padanya. Tapi ia tak merasakan apapun selain embusan nafas sahabatnya yang cukup dekat, perlahan ia membuka mata. Melirik tangan Ilham yang beradu tembok di belakang tubuhnya. Lalu pandangannya merambat ke wajah sahabatnya yang menatapnya lekat.

"Aku nggak suka kamu bawa-bawa dia, Leon. Kalau kamu masih menghargai persahabatan kita, jangan-pernah-lagi!" geramnya lalu menarik diri dan melanjutkan langkah.

Leon menyadari ia sudah salah berucap, ia sungguh tak bermaksud seperti itu. Iapun mengejar Ilham, "sorry Ham, aku nggak bermaksud seperti itu!" sesalnya.

"Lebih baik kamu kembali ke lapangan dan latihan bersama yang lainnya!" suruhnya datar tanpa menghentikan langkah. Leon tetap berjalan juga,

"Aku minta maaf,"

"Aku pingin sendiri!" potongnya tegas dan tetap melangkah. Sementara langkah Leon kini terhenti, menatap punggung sahabatnya yang kian menjauh.

Ia tahu Ilham memang masih terluka. Ia juga tahu seperti apa perasaan Ilham terhadap gadis itu sejak pertama kali melihatnya. Ia yang paling tahu segalanya. Tapi ia hanya ingin sahabatnya itu kembali menjadi Ilham yang selama ini ia kenal. Ilham Dewangga, sang Pangeran Voli yang disegani teman-temannya dan tak bisa dianggap temeh oleh siapapun.

* * *

"Ntan, entar ikut kita ya!" seru Sisi yang baru mendudukan diri di sebelah Intan. Gadis berkacamata itu menoleh, "aduh Si, kamu kan tahu. Sepulang kuliah aku harus bantuin Ibu di katering," tolaknya.

"Sekali-kali Ntan, masa' Ibu kamu nggak ngebolehin sih. Aku yang tanggung biayanya deh, kamu mau treatmen apapun aku bayarin!" bujuknya,

"Iya Intan, sudah lama nih kamu nggak ikutan kita jalan!" Lina ikut membujuk.

"Aku minta maaf banget ya, tapi sumpah..., akhir-akhir ini katering lagi rame. Dan salah satu mbak yang bantuin Ibu lagi pulang kampung,"

"Ya elah, kamu nggak asyik deh!" keluh Sisi menyilakan rambutnya sambil cemberut.

"Mungkin hari sabtu aku bisa pergi, keknya sih pas nggak ada pesenan. Paling cuma langganan biasa, gimana?" katanya mencoba menyenangkan teman-temannya.

Kedua temannya langsung sumringah, "yang bener?" seru Sisi meyakinkan. Intan mengangguk mantap, kedua temannyapun tersenyum kegirangan dan memeluk gadis berkacamata itu.

* * *

Ilham dan Leon berjalan menuju parkiran, bertengkar lalu baikan lagi sudah biasa mereka lalukan. Yang paling sering ya si Leon yang membuat Ilham marah dan akhirnya harus minta maaf.

"Jadi gimana, turnamen musim ini kamu bakalan gabung lagi kan?" tanya Leon.

"Lihat aja entar, Le. Kalau teman-teman lain belum berkenan, mungkin aku harus nunggu di turnamen selanjutnya!"

"Kamu harus buktikan dong, kalau kamu masih belum redup. Lagipula keputusan itu bukan ada di tangan Alfi, dia cuma ketua pengganti. Dan..., dalam turnamen ini, akan dipilih beberapa anak yang akan masuk Timnas. Kamu nggak boleh melewatkan hal ini, Ham!"

"Selalu masih ada kesempatan lain, Le!"

"Huh, kamu ini. Susah!" kesal Leon.

"Auw!"

BUKK!

Dua buah suara yang berbeda membuat kedua pemuda itu menghentikan langkah. Mata mereka terjatuh ke beberapa benda yang terhempas tak jauh dari kaki mereka. BUKU.

Lalu mata mereka merambat hingga menemukan seorang gadis tengah berusaha bangkit setelah terjerembat ke lantai entah karena apa. Gadis itu mengusap sikunya yang sepertinya lecet. Garis itu setengah jongkok dan berlutut karena ia masih harus memunguti buku-bukunya yang berserakan. Tapi ia justru terpaku ketika matanya menangkap dua pemuda itu menatapnya. Mereka berpandangan. Diam.

 

__________o0o__________

 

Selanjutnya, ___

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun