Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Prince of Volley #Prologue

8 Agustus 2016   16:10 Diperbarui: 8 Agustus 2016   17:34 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Prince of Volley, www.portalsejarah.com"][/caption]

 

Para pemuda itu masih asyik memperebutkan poin di tengah lapangan di dalam gedung yang disesaki oleh para penonton yang riuh. Tapi aksi dari pemain berkaos biru putih dengan nomor 6 menjadi pusat perhatian, baik penonton maupun juri. Bahkan dari para rival mainnya.

Lihat saja, bagaimana cara pemuda itu mengayun tubuhnya untuk memukul bola. Ia melakukan lompatan yang indah dan smash yang sempurna. Tapi saat mendaratkan kakinya, ia langsung terjatuh. Hal itu membuat waktu seolah berhenti sejenak, semua mata tertuju kepadanya. Membuat beberapa temannya yang harusnya bisa menerima dan memukulnya menjadi teralihkan. Bola itu menyentuh tanah. Ada ekspresi kecewa di wajah beberapa pihak. Sementara dari para pemain tim lawan, saling tos dan bersorak.

Pemuda itu menyadari kecerobohannya, ia memukul lantai dengan kesal lalu bangkit berdiri. Permainkan langsung di lanjutkan kembali, sekarang terpaksa timnya harus ketinggalan poin. Tapi ia tahu ia akan mengejar ketinggalan, sayangnya..., ada bagian tubuhnya yang tidak mau berkompromi. Pergelangan kakinya sedikit ngilu, mungkin saat terjatuh tadi sedikit terkilir. Dan ia tetap memaksakan diri untuk menyelesaikan pertandingan. Bukan egois, tapi demi profesionalitas. Ia tak mau hanya karena sakit sedikit ia harus mundur. Dan apa yang terjadi di menit terakhir?

Ia dan timnya harus ketinggalan beberapa poin, yang membuat mereka hanya bisa menyabet juara 2. Merelakan predikat tim terbaik bukan milik mereka lagi. Di antara mereka, ada yang memegangi kepalanya, ada yang meninju angin, ada yang hanya berdiri saja. Tahun ini mereka harus gagal.

* * *

Pemuda jangkung berkulit putih dan berambut coklat karena pewarna itu menghampiri dan menepuk bahu sahabatnya, sementara pemuda sahabatnya itu langsung menoleh kepadanya. Sejenak. Lalu mengembalikan angannya,

"Udahlah, Ham. Kegagalan kita bukan sepenuhnya kesalahan kamu," ia ikut duduk di samping Ilham. Kapten tim Voli mereka,

"Aku nggak mikirin itu kok!" sahutnya, ia sedikit meringis. Leon memergoki ekspresinya, "kamu nggak apa-apa, Ham?" tanyanya menyimpam cemas. Ilham mencoba tersenyum,

"Memangnya aku kenapa? Leon, aku baik-baik saja kok!"

"Kamu masih mikirin dia?" terka Leon. Ilham menolehnya sejenak, menyunggingkan senyum pedih. Dan sudah pasti Leon bisa tahu hal itu.

"Kapan sih kamu mau move on? Masih banyak gadis di dunia ini Ham, banyak juga yang ngantri di loketmu. Mulai dari artis abal-abal sampai putri pejabat, masa' nggak ada sih yang bisa bikin kamu tertarik?"

"Aku cuma mau fokus sama voli dulu, Leon. Jangan bahas itu lagi!" pintanya sedikit kesal. Leon harus mendengus kesal karenanya, "ok deh, aku nyerah soal satu itu. Ku akui, dia memang gadis yang bukan untuk di lupain. Tapi..., aku yakin dia juga nggak mau lihat kamu mengekang hatimu di masalalu!"

Ilham tak menyahut, ia malah meringis lagi dan kali ini lebih dari tadi. Leon memperhatikan itu, "kamu yakin nggak apa-apa, sebaiknya kita ke dokter aja deh!" sarannya. Ilham menggeleng, memegang pergelangan kaki kirinya yang kini ia tumpangkan di atas lutut kanannya,

"Nggak perlu, di urut juga entar sembuh kok!"

"Tapi sepertinya kaki kamu cedera, aku nggak mau kamu nolak lagi. Ok, kita ke rumah sakit!" paksanya. Akhirnya Ilham sendiri menyerah karena memang cukup sakit, meski tidak ada luka luar. Tapi memang terlihat sedikit bengkak.

 

"Maksud dokter apa?" tanya Ilham. Mereka sedang duduk berseberangan meja dengan dokter yang memeriksa Ilham, dokter Angga. Dokter langganan tim mereka.

"Ligamen kakimu sedikt cedera, memang tidak terlalu parah. Untuk itu sebaiknya untuk sementara waktu kamu vacum bertanding sampai sembuh!"

Baik Ilham maupun Leon termangu dengan pernyataan dokter. Vacum! Bagaimana bisa? Voli adalah hidupnya. Ia sudah menyerahkan sebagian dari dirinya menyatu dengan olahraga yang satu itu.

"Vacum dok?" desis Ilham,

"Kamu harus memulihkan kakimu dulu, karena jika kamu paksakan. Takutnya jika kaki itu cedera lagi, akibatnya akan fatal. Kamu bisa saja tidak bisa bermain voli selamanya, bahkan...kamu bisa duduk di kursi roda!" tambah Dokter Angga. Kini kedua pemuda itu kian terpatung.

Pernyataan dokter Angga bagai petir yang dasyat menyambar telinga mereka. Terlebih Ilham.

 

__________o0o__________

 

©Y_Airy |Agustus 2016

[ Novel "Prince of Volley" ini adalah side story dari novel "Glass Shoes" yang sudah terbit indie ]

Semoga tidak mengecewakan para Readerku. Terima kasih.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun