Iapun langsung menuju mobilnya, langkah awal...ia ingin ke tempat kerja Erik. Tapi sepertinya Sonia tak mungkin kesana dan mengganggu pekerjaan Erik dengan masalahnya, jadi..., tentu saja ke kos. Iapun menuju ke sana.
"Papa nggak suka sikapmu terhadap Resma," hardik Remon berkacak pinggang dengan satu tangan. Dimas duduk di sofa dengan santai, "itu sudah keterlaluan!"
"Jadi..., gadis manja itu mengadu!" dengus Dimas. Remon menajamkan pandangannya terhadap putra semata wayangnya, "dengar Dimas, papa nggak masalah jika kamu bersikap seperti itu terhadap teman wanita papa. Terserah, tapi Resma..., dia gadis baik-baik. Dari keluarga terhormat, dan dia yang akan jadi istrimu!"
Dimas mendongak ke arah papanya lalu berdiri, "istri___nggak pa, aku nggak akan pernah menerima perjodohan ini. Nggak dengan Resma, nggak juga gadis lain!" tegasnya lalu berjalan ke tangga, tapi suara Remon menghentikannya,
"Lalu, kamu maunya siapa. Sonia?"
Dimas mematung di depan anak tangga, diam. Tak menyahut.
"Dia itu cuman gadis miskin, mantan napi. Dia..., nggak akan pernah menjadi keluarga Mahendra!" tegas Remon. Dimas mengepalkan tinju dengan geram. Masih diam, "camkan itu Dimas!" tambah Remon. Dimaspun melanjutkan langkahnya menuju kamar. Ia membuka pintu dengan kasar lalu membanting daun pintu itu keras setelah menembusnya ke dalam. Remon masih manatap anak tangga yang baru saja di lalui oleh putranya,
"Kalau gadis itu masih nggak mau menjauh dari kamu, biar papa yang akan menjauhkannya!" desis Remon.
* * *
"Kamu yakin nggak mau ngasih tahu om siapa yang meninggalkan bekas merah di pipimu itu?" bujuk Edwan di perjalanan menuju kos Sonia.
"Kan aku sudah bilang om, ini cuma hasil dari kesalah pahaman pelanggan saja kok!" sangkalnya.