Hening.
Keduanya masih dalam posisi semula, lalu Sonia menoleh. Menatap Dimas yang memang sedari tadi menatapnya, "bisakah kita nggak membahas ini dulu?" pintanya.
"Kenapa, apakah kamu akan tetap memilih Rocky. Meski kamu sudah tahu kalau dia sudah bertunangan?"
Sonia kembali terdiam. Menerawang ke dalam kolam mata Dimas yang tulus, menatap pemuda itu ia jadi ingat kejadian semalam. Tadinya ia ingin menerima tantangan Remon Mahendra, tapi setelah berfikir lama dalam keheningan di dalam kamar kosnya yang sempit itu, ia sadar bahwa ia datang ke kota ini bukan untuk bermusuhan dengan siapapun. Tapi ia juga tak ingin di anggap takut oleh ancaman pria itu dengan menjauhi Dimas.
"Di, kenapa kamu selalu mengaitkannya dengan Rocky. Lagipula, apa bedanya jika aku memilihmu ataupun Rocky. Toh, aku sama-sama nggak akan bisa memiliki kalian!" tukasnya, ada amarah, ada ketidakberdayaan, ada dilema yang tersirat dari nadanya, "aku..., aku...!" ia mulai terbata. Matanya memerah.
Dimas menatapnya kian dalam, seolah ia mengerti apa yang tengah di rasakan oleh gadis itu.
"Kenapa kamu bicara seperti itu, apakah itu artinya...kamu nggak hanya jatuh cinta sama Rocky?" tanya Dimas. Sonia mengangkat matanya hingga bertemu dengan mata Dimas kembali dengan berkaca-kaca, "tapi kamu juga mencintaiku?" sambungnya.
Sonia masih diam, bibirnya bergetar tapi sebutir airmata jatuh ke pipinya. Dan Dimas tahu bahwa itu benar, "Sonia!" desisnya.
Dengan bibir bergetar Sonia pun menyahut, "ya, aku jatuh cinta pada kalian berdua!" akunya. Dan buliran bening mengalir lagi.
Dimas terpaku.
Â