"Itu adalah hal yang paling aku takutkan, jujur....untuk menjadi seorang suami saja aku takut!" aku Nicky dengan suara tertahan, Liana makin tercengang mendengarnya, "jika kakek pernah cerita padamu, kau pasti tahu....bagaimana orangtuaku, jika akhirnya Valent seperti itu....aku tidak menyalahkannya. Karena mungkin....rasa benciku lebih besar dari Valent!" ada rasa pedih dalam suaranya, ia mengeraskan rahangnya untuk menahan tangis.
"Aku tak siap jadi ayah...., karena aku takut.....di benci anak-anakku juga!"
Mendegar itu buliran bening mengalir deras dari mata Liana, ternyata Nicky tak sekuat kelihatannya. Bahkan dia begitu rapuh, tapi pantas jika dia merasa seperti itu. Orangtuanya bermasalah, kakaknya juga bermasalah, tentu saja itu juga menciptakan sebuah trauma dalam dirinya. Liana meluncur dari ranjang, berjalan perlahan menghampiri suaminya. Dengan langkah Liana yang sedikit terseret Nicky tahu istrinya berjalan ke arahnya. Tapi, sungguh di luar otaknya, Liana melingkarkan lengannya di tubuhnya dari belakang, menempelkan pipinya di punggungnya. Nicky melirik tangan istrinya di perutnya. Untuk detik yang cukup lama, mereka menikmati posisi itu.
"Kau lihat kakek?" desis Liana, Nicky diam tak menyahut, "kakek adalah orang yang sangat baik, dia juga mampu menjadi ayah sekaligus seorang kakek yang baik. Aku yakin....kaupun bisa seperti itu, bahkan mungkin lebih baik!" kata Liana mencoba menghiburnya, tapi itu tak hanya sekedar hiburan. Ia tahu Nicky memiliki hati yang baik, ia percaya Nicky benar bisa menjadi seorang ayah yang baik. "kau hanya perlu percaya pada dirimu sendiri!"
Setitik airmata menetes di pipi Nicky, ia menyunggingkan senyum kecil mendengar ucapan istrinya. Ia juga berharap bisa begitu, tapi entahlah.....
* * *
Mela membenahi gaunnya di depan cermin, meluruskan bagian bawahnya dengan telapak tangannya berulang-ulang, saking asyiknya ia tak sadar ada dua buah mata yang memperhatikannya terus. Bahkan ketika orang itu melangkah ke arahnya, "you're so perfect!" bisiknya.
Mela melonjak, "hahhhhh....," lalu mendengus kesal, "kau mengagetkanku!" Daren tertawa lembut, ia melirik kaca di depan mereka, "ku rasa kita benar-benar serasi," desisnya di pipi Mela lalu mengecupnya, Mela tersenyum.
"So, when your parent will come?"
"As fast as they're can!"
"Tak cukup memuaskan!"