Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

I Love U Even When I'm Angry

11 Maret 2015   09:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:49 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Maaf, aku terlambat!" seru Selsa.


Nafasnya terengah-engah karena habis berlarian, dari parkiran sampai ke tempat itu cukup menyita tenaga dan nafasnya. Keringat terlihat memenuhi wajah dan lehernya, matahari yang cukup terik membuat pipinya memerah. Ia masih mencoba mengatur nafasnya untuk menyambung kalimat.


"Tadi aku....!"

"Itu sudah kebiasaanmu, apa tidak bisa sekali lagi kamu tidak membuatku membuang waktu?" kesal Ardian.

"Ma-af!"

"Ya....hanya minta maaf yang bisa kamu lakukan, kamu tahu aku menunggumu hampir satu jam di sini seperti orang linglung!"


Wajah Selsa jadi tambah memerah karena kena semprot, ia mengerucutkan mulutnya. "itu kenapa manyun-manyun, mau nangis, cengeng.....!" lantang Ardian. "nggak!" manja Selsa. "aku kan sudah minta maaf!" tambahnya, ia menyatukan kedua telapak tangannya untuk memohon seraya tersenyum, "di maafin kan, iya kan!"


Ardi membuang muka seraya mendesah, "kenapa terlambat?" tanyanya datar, "aku lupa, tadi temen-temen ngajak makan selesai kuis!"

Sekali lagi Ardi mendesah, ia membuka mulut untuk mengatakan sesuatu tapi dering hp membuatnya harus menunda, ia segera memungut hp di kantong celananya. Menengok siapa yang menelpon lalu mengangkatnya.


"Ya....., kan aku sudah bilang cancel pertemuannya!" ia terdiam mendengar orang yang menelpon berbicara, "kalau begitu kau bisa menggantikan aku kan, aku sedang sibuk!" katanya menutup telepon.


"Orang kantor ya?" tanya Selsa, "jadi.....kamu sebenarnya si.....!" belum sempat ia melanjutkan kalimatnya Ardi sudah keburu meraih lengannya dan menariknya berjalan meninggalkan tempat itu. Gadis itu hanya menurut saja karena kelihatannya kekasihnya masih marah. Ini kesekian kalinya dirinya terlambat dengan janjian mereka.


Pria yang terpaut 5 tahun lebih tua darinya itu menyeretnya ke suatu tempat, memasuki sebuah gedung dan menaiki tangga. "kita mau kemana, sudah berapa tangga kita panjat? Kakiku rasanya mau patah, tidak adakah lift di sini?" keluh Selsa.


Ardian tak menyahut, pacarnya itu memang cerewet dan manja. Meski begitu gadis yang sudah di pacarinya selama 2 tahun itu memiliki hati yang baik. Bahkan mengajarinya untuk selalu peduli pada orang lain, meski orang itu berbuat tidak baik pada kita. Itu salah satu yang membuat Ardian jatuh cinta padanya.


"Aduh.....kakiku pegal sekali, tidak bisakah kita istirahat sebentar. Masih berapa lantai lagi?" keluhnya lagi. Ardian berhenti menuntunkan, Selsa duduk di salah satu anak tangga untuk istirahat. "aku nggak mau naik lagi, kalau kamu mau menghukum aku karena aku cukup terlambat cari saja hukuman lain tapi jangan mematahkan kakiku!" rengeknya seraya memegang lututnya dan memukul-mukul ringan. Wajahnya kembali di penuhi keringat, bibirnya juga sedikit manyun.


Tanpa berkata apapun Ardi memungut kedua tangan gadis itu dan berjongkok memunggunginya. Mengalungkan kedua tangan gadis itu ke lehernya lalu menggendongnya di belakang. "a, kamu mau apa?" tanya Selsa heran.


Ardian berdiri dengan membawa tubuh kekasihnya di punggungnya, "melanjutkan perjalanan, apalagi?" sahutnya dengan nada dingin, ia mulai melangkah ke atas. Selama perjalanan menaiki anak tangga Selsa terus memandang wajah pria yang menggendongnya dari samping sambil senyum-senyum kecil.


Menikmati wajahnya dari samping dengan begitu dekat membuat jantungnya berdegup kencang sekali, sikap kekasihnya itu memang dingin tapi sebenarnya dia cukup hangat dalam memperlakukannya. Meski pria yang menggendongnya itu tak pernah mengatakan "Aku Cinta Kamu" tapi ia yakin pria itu mencintainya seperti dirinya mencintainya. Mungkin bahkan lebih, rasanya ia juga bisa merasakan debaran yang sama di dalam tubuh Ardian.


Ardian melirik, "kenapa senyum-senyum, kesambet?" cibir Ardian, "nggak, aku nggak senyum-senyum!" sangkalnya. "tubuh kamu berat juga, kamu makan apa sih?" tanya Ardian, "ehm....menurut kamu aku makan apa?" godanya, mencoba mencairkan amarah pria itu. Tapi pria itu malah diam tak menyahut.


"Kamu masih marah ya, aku kan sudah minta maaf!"


Ardian tak menjawab, akhirnya mereka sampai juga di tempat tujuan. Di sebuah loteng, Ardian menurunkan Selsa dari punggungnya. Gadis itu celingukan, "kita ngapain ke sini?" tanyanya.

"Kamu banyak mulut ya?"

"Mulut aku cuma satu kok!" sahutnya seraya merabat bibirnya, Ardian memandangnya dalam. Membuat pipi Selsa kembali merona, "kenapa?" tanyanya gugup. Ardian menarik tubuh Selsa ke depan tubuhnya, lalu menaruh satu telapak tangannya di depan mata gadis itu. Menutupinya. Tangan yang lain memegang bahunya.


"Eh, kamu mau apa. Awas ya kalau macam-macam!" ancamnya, "diam!" bisiknya. Ia membawa Selsa melangkah bersama, cahaya matahari terasa hangat menerpa kulit wajah gadis itu. Sekarang mereka sudah berada di luar ruangan.


Perlahan Ardian menarik tangannya dari mata gadis itu, mata Selsa langsung menangkap hiasan di seluruh tempat itu yang penuh dengan bunga-bunga yang indah. Cahaya sinar mentari yang sudah condong ke barat menambah tempat itu jadi lebih indah. Tapi tak ada apapun di sana selain hal itu, terus terang itu membuat Selsa sedikit sedih. Ia memandangi setiap sudut tempat itu.


"Ini maksudnya apa, kok betaburan bunga. Tapi ini sama sekali nggak menarik!"

"Bukan ini yang ingin aku tunjukan!"

"Lalu?"


Ardian menengok arlojinya, lalu ia kembali menarik tubuh gadis itu ke depan tubuhnya. "kamu lihat gedung itu?" tunjuknya pada sebuah gedung hotel yang menjulang tinggi. "itu kan hotel keluarga kamu!"

"Ya, aku mau kamu terus lihat ke sana!"

"Kenapa? Nggak ada apa-apa di sana!" protesnya.

"Tunggu sebentar lagi!"


Ada beberapa menit mereka berdiri di sana, "mana, nggak ada apa-apa. Kamu bohong ya?" kesalnya. "sebentar saja!"


Tiba-tiba bunyi telepon berdering, kali ini dari hp Selsa. Ia segera mengangkatnya, "iya ma!" sahutnya, "ya ampun aku lupa. Ya...., aku ke sana sekarang!" serunya menutup hpnya lalu memutar tubuhnya memandang Ardian.


"Maaf ya, aku lupa sesuatu!" serunya, "tadi mama nyuruh aku ambil barang di tempatnya tante Wita, sebentar lagi tokonya tutup. Bisa antar aku ke sana kan?" pintaya.

"Ok, satu menit lagi ya!" tawar Ardian.

"Nggak bisa, harus sekarang!" katanya menarik lengan Ardian dan mengajaknya pergi dari sana, "tapi....!" protes Ardian.


Selsa tak mendengarkan ia terus saja menarik pria itu menembus pintu dan menuruni tangga. Tepat saat itu di gedung hotel yang di tunjuk oleh Ardian tadi muncul sesuatu di layar paling atas. Sebuah tulisan Will you Marry me! yang di rancang sedemikian indah dengan guguran bunga warna-warni dan taburan bunga api hasil visual yang sengaja di ranjang untuk gadis pujaannya itu. Ia harap Selsa akan terkesan, gadis itu pernah menyatakan siap menikah meski masih muda. Bahkan di awal hubungan mereka, asal itu dengan dirinya.


Tapi karena terlambat kejutan itu jadi sia-sia. Sebenarnya ada kekecewaan di hati Ardian, tapi ia membiarkan saja hal itu.


*****


Ardian duduk di sebuah meja di taman belakang hotelnya. Sebuah meja dengan beberapa lilin yang tersulut redup dan hidangan makan malam spesial. Di sepanjang jalan sampai ke meja itupun ia taburi dengan bunga warna-warni. Di penuhi dengan lampu-lampu hiasan kecil yang membentuk tulisan yang sama dengan di layar kemarin. Sudah lebih dari satu jam ia duduk di sana, sesekali menilik arlojinya. Ia mencoba menghubungi orang yang di tunggunya puluhan kali tapi tak pernah ada jawaban. Gerimis mulai turun, dari rintik hingga mulai menderas. Membiarkan tubuhnya basah. Ia menggenggam erat kotak merah berbentuk hati.


Beberapa kali ia menyiapkan kejutan pinangannya tapi gadisnya itu selalu menggagalkannya dengan datang terlambat, apa dia sudah pikun? Gerutunya dalam hati.


"Wah, hujan lagi!" kesal Tantri yang mengendarai mobil, mereka baru saja merayakan keberhasilan riset mereka yang di setujui. "eh, ngomong-ngomong udah sejauh mana sih hubungan kamu sama pacar kamu yang super ganteng itu?" tanya Tantri.


"E...., ya Tuhan!" serunya tersentak, "ada apa?" tanya Tantri. "aku lupa lagi.....!" serunya menggigit jarinya dan memandang temannya,


"Lupa apa?"

"Turunin aku di depan ya?"

"Kamu mau kemana, ini sudah malam?"

"Turunin aja di depan!" bentaknya. Tantri sedikit kaget, ia merapat dan menghentikan mobilnya. Selsa langsung meloncat dari dalam mobil dan berlari ke arah berlawanan dari mobil itu, ia menyeberang jalan lalu mencegat taksi.


Ardian masih duduk di tempatnya, ia mulai menggigil kedinginan tapi ia biarkan saja. Selsa berlari ke lobi, dan bertanya pada resepsionist sesuai pesan Ardian kemarin. Saat di dalam taksi ia melihat hpnya yang ternyata ada belasan misscall, semuanya dari Ardian. Ia pun berlari ke taman belakang, ia tercenung di depan hamparan bunga-bunga yang mulai berserakan karena air hujan. Hamparan bunga di sepanjang jalan menuju tengah taman. Ia bisa melihat seseorang yang duduk di sana, di bawah hujan. Ia segera berlari ke arahnya, Ardian menoleh ketika mendengar langkah kaki dengan cepat mendekatinya. Ia berdiri tepat ketika gadis itu tiba di hadapannya.


"Maaf, aku terlambat lagi!" desisnya, ada airmata yang keluar tapi tak terlihat oleh guyuran air hujan. Pria itu tak menyahut, hanya memandangnya dengan tatapan kecewa dan amarah. Ia meletakan kotak merah itu di meja lalu berlalu begitu saja. Selsa ingin mengucap sesuatu tapi ia tak mampu mengeluarkan sepatah katapun. Kali ini ia menyadari dirinya sudah cukup keterlaluan, ia selalu melupakan janjinya bersama pria yang di cintainya karena terlalu asyik bersama teman-temannya.


Perlahan ia melihat lampu yang masih menyala dengan tulisan yang indah, lalu ia melirik benda yang di taruh Ardian tadi. Iapun memungut benda kecil itu dan membukanya, sebuah cincin berlian yang indah menyembul dari dalamnya. Ia menutup mulutnya dengan tangan dan terisak. Apakah sejak beberapa hari ini Ardian memintanya bertemu di tengah jadwalnya yang padat hanya untuk memberikan pinangannya? Berarti sudah banyak rencana dan kejutan yang pria itu buat untuknya dan selalu gagal di tunjukan karena kecerobohannya sendiri.


"Maafin aku!" desisnya lirih.


Pasti kali ini Ardian sangat kecewa padanya, bisa-bisa minta putus! Bagaimama ini? Ia sungguh tak mau sampai putus dengan pria itu.


Tiba-tiba air hujan berhenti mengguyurnya, padahal hujannya masih lebat tuh! Ia mengangkat kepalanya, sebuah payung melindunginya dari air hujan. Ia pun menoleh ke belakang dan menemukan mata Ardian yang menatapnya tanpa ekspresi.


"Maaf!" desisnya.


Tanpa bicara Ardian menariknya ke dalam dekapannya. "jangan lakukan itu lagi!" bisiknya. Selsa hanya mengangguk, "kamu nggak marah?"

"Siapa bilang aku nggak marah!" sahut Ardian.


Selsa tersenyum dengan tawa kecil, "jangan tertawa!" hardik Ardian, tapi Selsa tetap tersenyum.


**********

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun