Mendengarnya memanggilku miss di saat kami hanya berdua, anehnya terasa menyakitkan. Seperti ada jarak tak terlihat di antara kami.
"Jangan bohong. Aku bisa merasakannya."
Dia melangkah menjauh sekali lagi dan saat itu aku berlari cepat, menutup pintu dan menahannya dengan tubuhku sambil memandang wajahnya. Ekspresinya datar.
"Katamu kau seorang pria! Katakan yang sejujurnya!"
Dia memejamkan matanya sejenak lalu balas menatapku tajam.
"What do you wanna know?"
"Why did you avoid me lately?"
"Are we close enough before until we should talk everyday? Do we have any special relationship until you feel that way?"
Aku terkesiap. Dia benar. Sedekat apapun kami, itu hanya terjadi selama satu bulan sebelum aku merasa dia menghindariku. Mungkinkah...
"Apa kau memikirkan kenapa aku mengajakmu kencan waktu itu? Jangan berpikir terlalu jauh, itu hanya karena aku ingin bertaruh."
Aku menggigit bagian bawah bibirku. Hanya itukah yang dirasakannya? Padahal aku sangat bahagia hari itu.