Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[04/55] No Other, The Story

10 Januari 2019   17:56 Diperbarui: 10 Januari 2019   18:02 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

MEIFEN'S DIARY

CHAPTER 4

IT'S YOU

                Aku, Qian Meifen. Aku gadis berumur 19 tahun pecinta piano, dan kebetulan aku sudah les piano selama satu tahun terakhir. Tinggi badanku 158 cm, dengan berat badan 45 kg... hmm, cukup proporsional, kan? Tahun ini aku memang berencana masuk kuliah, dan sekarang aku disini, di Incheon Airport, Korea, bersama dua sahabatku, Yifang dan Xili. Sebenarnya aku bingung apa yang merasuki otakku sampai aku mau ikut ide gila mereka untuk ke apartemennya KRYSD. Aku Cuma suka mereka, tapi tidak sampai nge-fans sih. Cuma sepertinya kepergianku cukup membantu XIli supaya bisa dapat izin dari orangtuanya, jadi aku juga bersedia. Lagipula, pasti ada kampus yang cocok untukku disini, pilihannya lebih banyak dari Guangzhou. Tapi aku sadar aku sudah agak gila, karena toh aku yang mencarikan mereka tiga alamat apartemen KRYSD. Kami semua membawa total enam koper besar dan Yifang memanggul satu tas backpack, keberatan keluar airport. Jujur saja aku kena jet lag dan sudah kepingin istirahat, tapi aku tidak mungkin ke hotel sendirian, sedangkan yang dua ini mau ke apartemennya KRYSD, malam ini juga.

                "Nah, kita kemana sekarang?" Tanya Yifang, sedikit terengah.

                "Alamat pertama," jawabku, "menurut keterangan yang aku dapat, kita harus naik taksi dari bandara. Tempatnya lumayan jauh."

                Xili mengulurkan tangannya dan salah satu taksi yang sedang berbaris langsung berhenti di depan kami. Si supir taksi langsung turun.

                "Selamat malam. Anda ingin kemana?" Tanya si supir setengah baya, aksen Korea-nya sangat kental.

                "Kami mau ke alamat ini," kataku sambil menunjuk alamat yang paling atas dari kertas cacatanku.

                Si supir mengamati catatan itu. Aku sudah menyuruh Yifang yang menyalinnya, soalnya huruf hangul dia yang paling bagus di antara kami. Lalu si supir mengangguk.

                "Baik, kita kesana. Saya akan bantu Anda memasukkan barang-barang."

                Bagasi taksi ini bisa memuat tiga koper, sementara tiga koper lainnya masuk bersama kami di bangku belakang. Taksi mulai berjalan melintasi jalanan Negara yang tidak pernah aku kunjungi. Jujur aku menyesal duduk di tengah, karena Xili dan Yifang di kanan dan kiriku sibuk menempelkan wajah mereka di kaca taksi, memperhatikan sekeliling mereka.

                "Ah, jangan lupa!" tiba-tiba Yifang menolehkan wajahnya, "kita harus berpura-pura tidak mengenal mereka, oke? Aku takut mereka akan takut pada kita kalau mereka tau kita adalah fans mereka."

                Yifang berbicara dalam bahasa Mandarin supaya si supir tidak tau apa yang kami bicarakan. Xili mengangguk.

                "Itu bukan ide yang bagus, Yifang. Bagaimana kalau suatu hari ketahuan?" tanyaku khawatir.

                "Kalau perkiraanku tepat, nanti mereka akan membiarkan kita mengenal mereka perlahan-lahan. Tenang, aku yakin kita akan berhasil dengan taktik ini kok."

                "Terserah sih."

                "Sebenarnya jie suka sama siapa? Yesung atau Ryeowook? Bagaimana kalau mereka berdua jatuh cinta pada jie-jie?" Tanya Xili.

                Mulai deh mereka banyak berkhayal. Aku memutar bola mataku.

                "Tentu jie akan memilih Ryeowook walau itu akan menyakitkan Yesung. Tapi... senangnya kalau mereka berdua bisa jatuh cinta sama jie," kata Yifang histeris, matanya berbinar-binar.

                Mereka sudah gila. Mereka terus-terusan sibuk berkhayal sementara aku melihat kami sudah berjalan jauh sekali dari airport. Kenapa kami belum sampai juga? Dan ketika aku melihat arloji di tangan kiriku yang sudah menunjukkan jam 8 malam waktu Seoul, taksi berhenti. Aku mengikuti arah pandangan mata Xili ke arah kanan jalan, di situ ada gedung tinggi, apartemen yang kelihatannya mewah.

                "Kita sudah sampai. Saya akan membantu Anda menurunkan bagasi," ucap si supir taksi memecah kesunyian.

                Kami bertiga susah payah turun, dan sementara si supir taksi membantu menurunkan bagasi kami, aku dan Xili memandangi gedung apartemen itu dengan kepala mendongak. Yifang-pun membayar ongkos taksi, kami sudah sepakat Yifang yang memegang semua uang Won kami, toh dia cukup teliti dalam urusan uang.

                "Lantai berapa katanya?" Tanya Yifang, sama seperti kami memandangi gedung dengan kagum.

                "Menurut catatan, lantai lima, nomor 502," jawabku setelah mengecek catatan kembali.

                "Oke, maju!"

                Kami melewati meja resepsionis yang ternyata kosong, lalu menuju lift. Sepanjang perjalanan, kami tidak melihat seorangpun. Mungkin karena ini apartemen elit, semua penghuninya sibuk dengan urusan masing-masing. Yifang berjalan paling depan, jadi kami mengikuti arah jalannya saja. Akhirnya dia berhenti, tepat di depan kamar nomor 502. Kami semua mematung.

                "Aku... tidak bisa menekan belnya. Kalian saja."

                Aku memutar bola mataku. Kalau berhubungan dengan KRYSD, Yifang pasti mulai berkelakuan aneh. Aku menghela nafas dan menekan bel.

                "Siapa itu?" kami mendengar suara pria dari dalam sana.

                Kami bertiga saling pandang, dan kulihat Yifang dan Xili tegang sekali.

                "Kami... kami mau minta tolong. Bisakah?" tanyaku, ragu.

                Kami kaget karena pintu dibuka. Di hadapan kami ada seorang pria, dan di belakangnya diikuti seorang wanita yang sepertinya mamanya. Kami semua kini saling bertatapan bingung, lalu aku melihat Yifang menggeleng.

                "Disini... bukan... apartemen KRYSD?" Tanya Yifang dengan suara bergetar.

                "Ah, bukan. Kalian salah alamat," jawab si pria cukup sopan.

                Xili dan Yifang terlihat kecewa.

                "Apa... kau tau alamat mereka?" tanyaku.

                "Sayangnya tidak."

                "Ah... kalau begitu... maaf kalau kami mengganggu kalian. Selamat malam."

                Dengan tampang bingung, mereka menutup pintu di hadapan kami. Sekali lagi kami bertiga saling berpandangan.

                "Yah, tidak mungkin kita langsung berhasil dengan gampang kan?" ujar Yifang, "ayo kita coba alamat berikutnya."

                Kamipun turun dan keluar dari apartemen mewah itu.

                "Aku berharap kita berhasil di alamat kedua. Aku sudah capek sekali," keluhku.

                "Apa kita perlu naik taksi lagi? Kata Yifang jie, biaya taksi tadi mahal sekali," Tanya Xili.

                "Tunggu sebentar."

                Aku membuka peta kota Seoul yang sudah kuambil dari airport tadi. Kucocokkan peta itu dengan GPS di ponselku. Lokasi kami sekarang... lokasi berikutnya... tidak jauh. Baiklah. Yifang rupanya juga ikut meneliti peta dan ponsel itu bersamaku.

                "Tidak perlu, kita jalan saja. Harusnya sih sudah dekat sini," putus Yifang.

                Sekali lagi, kami berjalan pelan karena berat dengan barang bawaan kami. Untungnya pemandangan kota Seoul yang ramai dan indah bisa sedikit mengobati kebosanan dan kelelahan kami. Kami masih mengikuti langkah Yifang, sampai kira-kira setelah 10 menit kami berjalan, dia berhenti tiba-tiba. Aku menoleh ke kanan dan melihat apartemen yang agak gelap, dan sepertinya agak kotor. Tidak mungkin, kan!

                "Ini? Alamatnya tidak meyakinkan."

                "Tapi kan kau yang mencari alamatnya," ujar Xili menuduh.

                "Iya sih."

                "Aku masuk dan Tanya saja deh. Itu di counter depan ada ahjumma yang berjaga," kata Yifang.

                Dia meletakkan kopernya untuk kami jaga, lalu dia berjalan masuk ke apartemen suram itu. Kami dari luar bisa melihatnya mendekati si bibi. Suara Yifang cukup kecil saat bertanya, tapi betapa kagetnya kami ketika si bibi berteriak.

                "KALIAN ANAK MUDA YANG TERLALU BANYAK MENGKHAYAL, TIDAK BELAJAR DAN HANYA MENGIDOLAKAN HAL-HAL YANG TIDAK PENTING! PULANG SANA KE RUMAH KALIAN! DISINI TIDAK ADA KRYSD! JANGAN BERANI-BERANINYA MUNCUL DI HADAPANKU LAGI!" teriaknya membahana.

                Tak sampai 5 detik kemudian, Yifang sudah berlari terbirit-birit ke arah kami, menyambar dua koper sekaligus dan berlari maju. Bingung dan ketakutan, kami mengikuti larinya yang kencang. Entah berapa lama atau berapa jauh kami berlari, rasanya teriakan makian si bibi masih terngiang di telingaku. Akhirnya Yifang berhenti berlari. Kami juga berhenti berlari sambil mengatur nafas kami. Aku capek, mengantuk, lapar, dan sekarang kehabisan nafas.

                "Kita istirahat di... taman ini dulu yuk," ajak Yifang, berusaha mengatur nafasnya.

                Kami masih terengah, tidak bisa menjawabnya, tapi kembali mengikuti langkahnya untuk masuk ke taman yang sepertinya taman kota. Yifang langsung duduk di salah satu kursi taman di bawah cahaya temaram lampu taman. Xili langsung merebahkan diri di sebelahnya, sedangkan aku duduk di sisi satunya Xili. Setelah yakin nafasku cukup teratur, aku buka suara.

"Aduh, aku tidak tau kalau dua dari tiga alamat yang aku cari ternyata salah," gerutuku.

                Aku kembali memandangi kertas alamat KRYSD yang sedari tadi kugenggam. Aku tidak percaya aku gagal menemukan alamat mereka yang tepat.

                "Yah, setidaknya kita masih bisa coba satu lagi."

                "Kalau gagal lagi gimana?" Tanya Xili, suaranya terdengar putus asa.

                "Jie sih terserah mei saja. Jie tau mei sudah lelah. Atau kita cari hotel saja?"

                Harusnya kau dari tadi ngomong begitu, cecarku dalam hati.

                "Entahlah."

                Aku menghela nafas panjang. Aku sudah kepanasan, jujur saja. Namun tiba-tiba kulihat Yifang memfokuskan pandangannya, dan akupun melihat ke arah yang dilihatnya. Aku melihat seorang gadis yang sepertinya seumuran kami, agak gemuk, tapi yang membuatku kaget adalah gaya fashion-nya yang sangat up to date, bahkan terlihat gadis Korea sekali! Sangat keren! Keadaanku yang sekarang... tidak bisa dibandingkan dengannya.

                "Selamat malam," sapanya.

                Kami kompak langsung kaget, bahkan Xili langsung ikut memandang gadis itu. Dia orang Chinese?

                "Ah, kau orang Chinese?" Tanyaku penasaran.

                "Ya. Aku lihat kalian sepertinya dalam kesulitan. Ada yang bisa aku bantu?"

                Aku, XIli dan Yifang sekarang bertukar pandang, saling bertanya dalam hati apa kami perlu minta bantuannya. Akhirnya Yifang duluan yang memandangnya kembali.

                "Begini, kami baru saja sampai Seoul dua jam yang lalu, kami dari Guangzhou. Kami sebenarnya mencari orang, tapi alamatnya salah. Kami sudah mencoba dua dari tiga alamat, semuanya salah," cerita Yifang.

                "Oh. Siapa yang kalian cari? Orang Chinese? Atau siapa? Aku kenal cukup banyak orang di Seoul, aku sudah setengah tahun disini, siapa tau aku benar-benar kenal orang itu."

                Kami sekali lagi bertukar pandang. Apa kami sungguh bisa bertanya padanya tentang KRYSD? Tapi toh tak ada ruginya kalau coba Tanya. Lalu aku mengangguk, begitu juga dengan Yifang.

                "Kami mencari alamat KRYSD," ujarku.

                "KR... apa?"

                "KRYSD. Masa kau tidak kenal mereka? Kau kan sudah lama disini. Boyband yang anggotanya 5 orang itu lho."

                Tiba-tiba aku melihat pencerahan di wajahnya yang tadinya bingung.

                "Kyuhyun, Ryeowook, Yesung, Sungmin, Donghae, tentu aku tau mereka."

                "Tapi apa kau tau alamat mereka?" Tanya Yifang, tampaknya penasaran.

                "Kalian beruntung bertemu dengan orang yang tepat. Kalian tau, aku punya jaringan teman cyber yang sangat banyak, jadi tentu aku tau alamat mereka. Dari sini kalian hanya perlu jalan kaki 10 menit lagi. Kalian lihat dua gedung tinggi di sana? Apartemen mereka yang lebih pendek, dan untuk informasi tambahan, mereka tinggal di lantai 7, kamar nomor 707."

                Mata kami terpancang pada gedung yang ditunjuknya di seberang sana, ke arah depan. Aku jelas bisa melihat gedung itu, tapi aku setengah tidak percaya. Masa kami begini mudah menemukan orang yang tau alamat mereka? Apakah kami segitu beruntungnya?

                "Kau tidak bohong kan?" Tanyaku akhirnya, tidak bisa menahan diri.

                "Aqian," hardik Yifang, lalu berpaling pada si gadis-tak-bernama, "ah, kalau begitu kami akan kesana. Terima kasih atas bantuanmu."

                Yifang berdiri, menundukkan kepalanya dan membungkukkan badannya sekaligus, berterimakasih ala orang Korea, seperti yang sudah sering dilakukannya. Si gadis-tak-bernama juga balas menunduk. Tapi wajahnya menyiratkan raut cemas.

                "Tapi kalian tidak bisa hangul, kan?" tanyanya.

                "Oh, kami bisa kok," jawabku dengan nada tersinggung.

                "Baguslah kalau begitu. Semoga sukses untuk kalian."

                "Sekali lagi terima kasih ya," kata Yifang sambil tersenyum, lesung pipinya tampak jelas.

                Wah, si gadis-tak-bernama ini manis juga kalau senyum, dia juga punya lesung pipi. Aku melihat Yifang mulai mengurus koper, jadi otomatis aku dan Xili juga ikut mengurusi koper kami, berdiri, dan berjalan menuju arah yang ditunjuk tadi. Setelah yakin cukup jauh, aku mulai bicara.

                "Apa kalian yakin kita tidak dibohongi? Maksudku, kita beruntung sekali bisa ketemu orang baik yang tau alamat mereka. Gimana kalau dia ini ternyata fans mereka, jadi mau membohongi kita begitu?"

                "Yah Aqian, tak ada salahnya kan kita coba dulu yang ini, soalnya juga jalannya dekat," usul Xili.

                "Tapi aku lapar sekali."

                "Disana ada restoran. Kau coba kesana dan beli makanan saja."

                Aku melihat mengikuti arah Xili menunjuk. Di seberang sana ada restoran.

                "Oke, aku coba kesana sebentar, sekalian membelikan untuk kalian. Yifang, minta uang."

                Yifang mengeluarkan dompet dan menyerahkan beberapa won padaku. Karena jalanan sudah mulai sepi dan tidak ada zebra cross ataupun lampu lalu lintas, aku memutuskan langsung saja menyeberang. Baru saja sampai di depan restoran itu, aku melihat seorang pria yang memakai pakaian koki keluar dari sana, dan mata kami saling bertatapan.

 

No matter what anyone anyone says, it doesn't matter to me
 

Even if anyone anyone says bad about us, I'll look at only you
 

Even if I were to be born again, there's only you
 oh! 

Tictoc tictoc, even as time passes, oh, I

                Jantungku berhenti berdetak pada detik itu juga. Aku tau jelas apa artinya perasaan ini, perasaan yang pertama kalinya kurasakan waktu aku berumur 12 tahun. Pria ini... kenapa bisa begitu tampan? Dia Cuma koki kan? Tapi berpakaian seperti ini... cocok sekali dengannya!

                "Eng..." gumamku, tak jelas mau bilang apa.

                "Maaf, apa Anda mau membeli sesuatu? Sayangnya restoran kami tutup lebih cepat malam ini. Datanglah di lain kesempatan," katanya dengan suara tegas tapi sekaligus lembut, "sekali lagi saya minta maaf."

                Dia membungkukkan badannya. Aku menggelengkan kepalaku.

                "Ah... tidak apa-apa. Aku akan datang lagi lain kali. Terima kasih."

                Aku berbalik dan berlari pergi, dalam hati berjanji lain kali akan kembali ke restoran ini. Aku sudah jatuh cinta pada pria Korea pada hari pertama aku sampai di Seoul! Tapi aku tidak pernah tau, rupanya nasib memang membawaku selalu dekat dengannya, sekalipun aku mau atau tidak. Tapi aku juga tidak tau kalau perasaan cintaku padanya tak bisa berjalan mulus. Andaikan aku tau... mungkin aku bisa mencegah diriku untuk tidak jatuh cinta padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun