Mohon tunggu...
Humaniora

Kitab Suci Itu Fiksi? Yang Benar Saja?

21 April 2018   04:45 Diperbarui: 21 April 2018   07:15 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

KONTROVERSI PEMAHAMAN BAHASA

Tulisan ini terlahir dari sebuah kegundahan pikiran yang terus timbul setelah melihat sebuah diskusi dalam rekaman sebuah stasiun televisi, dimana salah seorang pengamat politik telah melontarkan pernataan yang menjadi topik berita terhangat dalam beberapa terakhir, dimana akibat keterlambatan saya mengikuti perkembangan berita, mungkin opini saya bisa dianggap sudah basi. Tapi sudahlah, ijinkan saya untuk terus berkarya dalam ketikan singkat.

Pernyataan kontroversial itu berbunyi, "KITAB SUCI ADALAH FIKSI", dan sepertinya saya tidak perlu menyebut nama sang pembuat pernyataan tersebut, karena secara pribadi saya memang tidak kenal dan tidak pernah bertemu sapa atau bahkan bertatap muka dalam acara atau kejadian atau kebetulan apapun, kecuali interaksi 1 arah di layar youtube yang ditunjukkan oleh seorang teman. 

Secara pribadi juga, saya bukanlah orang yang religius sehingga bisa merasa tersinggung dengan pernyataan tersebut sebagai kemungkinan akan sebuah upaya "penistaan agama", yang entah mengapa selalu menjadi warna-warni berita dalam media di beberapa tahun terakhir. 

Hal yang kemudian menjadi pengganggu dalam jam tidur saya untuk menanggapi pernyataan kontroversial itu adalah antara lain: adanya kegagalan dalam pemahaman definisi kata "FIKSI" itu sendiri. Tetapi saya bisa salah, maka ijinkan saya untuk mengutip definisi kata FIKSI menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.

FIK.SI (kata benda) : 1. cerita rekaan (roman, novel, dan lain sebagainya); 2. Rekaan, khayalan, TIDAK BERDASARKAN KENYATAAN; 3. pernyataan yang hanya berdasarkan khayalan atau pikiran.

Dengan definisi yang konkrit ini, seharusnya pernyataan tersebut sangatlah mudah untuk disanggah oleh para peserta diskusi dalam acara tersebut, dimana dalam sepengamatan saya menonton rekaman itu, mereka hanya bingung, tertegun namun memperlihatkan ekspresi tidak setuju dengan pernyataan yang absurd tersebut.

Salah satu absurditas yang dijelaskan oleh si pembuat pernyataan itu antara lain, dan saya kutip: "LAWAN KATA FIKSI ADALAH REALITA" , dimana pernyataan tersebut dengan sangat mudah meringkas segala sesuatu yang tertulis dalam kedua entitas itu, dan hanya ada 2 entitas itu, dengan artian: KALAU BUKAN REALITA, MAKA ITU ADALAH FIKSI. 

Wow! Apabila saya boleh berpendapat, secara pemahaman bahasa pun, pernyataan tersebut sangatlah dangkal dalam mengklasifikasi kategori sebuah literatur, karya tulis atau buku, dan dalam kasus ini: kitab suci, agama apapun itu. Sebagai penulis amatir, mungkin saya salah dalam mencoba meluruskan pernyataan itu, namun ijinkan saya mencoba menyatakan pendapat saya: LAWAN KATA FIKSI ADALAH KISAH NYATA, KENYATAAN ATAU KEBENARAN. Mengapa demikian?

Apabila definisi kata "FIKSI" adalah rekaan, maka sangat jelaslah yang mendasari segala karya fiksi bukanlah kenyataan seperti yang tertulis dalam definisi KBBI di atas, melainkan sebuah karya imajinasi atau khayalan, buah kreasi manusia dalam sebuah kisah atau cerita, dan unsur pondasi inilah yang menjadi unsur pembeda dengan lawan kata-nya: kisah nyata, kenyataan atau kebenaran. 

Yang menjadi dasar dari "kisah nyata" tentulah sebuah kejadian yang benar dan sudah terjadi sehingga ditulis ulang untuk menjadi sebuah karya yang bersifat inspiratif, konfrontatif atau hanya sekedar informatif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun