Otoritas di Filipina sedang memeriksa apa yang tampaknya merupakan kendaraan bawah air tanpa awak atau Uncrewed Underwater Vehicle (UUV) tipe glider laut buatan China yang "ditangkap" oleh seorang nelayan awal minggu ini. Setidaknya tiga drone bawah laut serupa, jika tidak identik, ditemukan di berbagai lokasi di Indonesia antara tahun 2019 dan 2020. Desainnya tampaknya ditujukan untuk penggunaan penelitian maritim, tetapi juga bisa memiliki aplikasi militer.
Seorang nelayan menemukan UUV tersebut sekitar enam mil (sembilan kilometer) dari pantai munisipalitas San Pascual di Masbate, sebuah provinsi pulau di Filipina yang terletak di bagian tengah negara kepulauan tersebut, pada 30 Desember 2024. Drone yang dikatakan memiliki panjang sekitar dua meter itu pertama kali diserahkan kepada Kepolisian Nasional Filipina (PNP) dan kemudian kepada Angkatan Laut Filipina.
UUV yang dicat dominan kuning ini memiliki tubuh utama yang menyerupai torpedo dengan satu sirip dan tonjolan seperti sengat di bagian belakang. Terdapat juga dua sirip besar yang menyerupai sayap, yang berwarna hitam, terpasang pada tubuhnya. Gambar yang dirilis oleh PNP menunjukkan tanda "HY-119" dan "HY-L0119" di bagian belakang drone.
UUV yang ditemukan dekat San Pascual terlihat hampir identik, setidaknya secara eksternal, dengan yang ditemukan oleh nelayan di Indonesia pada setidaknya tiga kesempatan terpisah antara tahun 2019 dan 2020. Drone yang ditemukan di sekitar Filipina dan Indonesia juga memiliki kesamaan yang sangat kuat dengan UUV tipe glider laut Sea Wing buatan China, yang dikembangkan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan China (CAS) yang dikelola negara lebih dari satu dekade yang lalu. Drone bawah air tipe ini menggunakan sistem internal untuk mengubah daya apungnya, secara berulang menyelam dan kemudian muncul ke permukaan untuk bergerak maju di dalam air, dibantu oleh sirip di sepanjang tubuh dan di ekor. Laporan media negara China sebelumnya mengklaim bahwa Sea Wing dapat beroperasi hingga 30 hari dan menyelam hingga kedalaman hampir empat mil.
Glider bawah air juga dapat digunakan untuk mendukung jenis kegiatan militer lainnya. Misalnya, Angkatan Laut AS pernah menyatakan bahwa mereka menggunakan jenis UUV ini untuk membantu "melayani" "lapangan" sensor sonar bawah air tetap. Namun, UUV tipe ini menawarkan kemampuan yang jauh lebih terbatas secara keseluruhan dibandingkan dengan drone bawah air yang lebih canggih yang telah dan terus dikembangkan dan digunakan, termasuk oleh China, dalam beberapa tahun terakhir.
Perlu dicatat juga bahwa batas antara kemampuan penelitian sipil dan militer sering kali buram di China. Organisasi ilmiah dan teknik sipil yang dikelola negara seperti CAS dan subdivisinya memiliki hubungan erat langsung dengan Angkatan Darat Pembebasan Rakyat (PLA).
Masih belum diketahui apa yang dilakukan UUV yang ditemukan dekat San Pascual pada saat itu, serta apakah ia beroperasi atau telah berhenti berfungsi dan hanyut dari tempat lain. Pada saat yang sama, seperti halnya dengan yang "ditangkap" oleh nelayan di sekitar Indonesia bertahun-tahun yang lalu, penampilannya, terutama di perairan yang berada dalam batas kepulauan Filipina, memiliki implikasi keamanan nasional yang nyata. PNP sendiri telah menjelaskan hal ini dengan jelas. Semua ini semakin ditekankan oleh penangkapan singkat Angkatan Laut Pembebasan Rakyat China (PLAN) terhadap drone bawah air tipe glider Angkatan Laut AS di Laut China Selatan yang sangat diperebutkan pada bulan Desember 2016.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI