Mohon tunggu...
Wyndra
Wyndra Mohon Tunggu... Konsultan - Laki-laki

Profesional, penikmat film Warkop DKI & X-File.\r\nHORMATILAH KARYA TULIS MILIK ORANG. Tidak ada FB dan Twitter

Selanjutnya

Tutup

Catatan

(Mantan) Pejabat Kok Tidak Taat Ketika Terjerat

3 Oktober 2010   07:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:45 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisruh Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung yang yang jabatannya telah dinyatakan harus berakhir oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan pengujian terhadap undang-undang (PUU) ternyata masih berlanjut. Amanat MK (selengkapnya baca disini) yang seharusnya segera dilaksanakan  itu malah menjadi bahan perdebatan kusir alias bulan-bulanan. Bukan cuma itu, diberhentikannya Hendarman Supandji melalui Keppres No. No. 104 P/2010 tanggal 24 September 2010, malah menyulut isu baru  di kalangan beberapa anggota Dewan, dengan menolak rapat dengan Plt. Jaksa Agung (berita utama Media Indonesia 29 September 2010). Anggota dewan lain malah berlomba menyuarakan tentangan yang genit sehingga menambah silang-sengkarut (lihat disini).

Lucu sekali mencermati para penafsir putusan MK itu. Bukannya segera mengeksekusi dictum deklaratif soal ketidakwenangan jabatan tersebut sejak pembacaan putusan dengan penerbitan Keppres, mereka malah asyik berlama-lama adu-pintar. Mereka kebanyakan adalah para pejabat, praktisi serta peneliti politik dan hukum, sehingga tahu betul memahami kedudukan, kewenangan dan keputusan Mahkamah Konstitusi, serta bagaimana seharusnya menindaklanjuti. Tidak perlu lah menyangsikan wawasan dan logika mereka terhadap MK karena pelbagai aturan sudah menyinggungya secara eksplisit. Sebut saja  Perubahan Keempat UUD 1945 Pasal 24C, Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang No.  24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, dan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Peristiwa diatas menjadi pengantar tulisan ini. Bukan ingin ikut-ikutan arus isu utama, tapi semata-mata karena merupakan peristiwa terkini, yang didalamnya terbersit "pola" perilaku dan mentalitas pejabat dan mantan pejabat ketika mereka terjerat atau terlibat urusan hukum : cenderung resisten (baca : ndablek), atau melakukan perlawanan secara sporadis terhadap aturan, alias  ngawur. Tidak semua pejabat dan mantan pejabat memang, tapi toh perilaku buruk beberapa anggota akan merusak reputasi kelompok secara menyeluruh. Bak pepatah : karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Apalagi pemberitaan media (tivi) yang cenderung mengeksploitasi berita buruk, dan ini sangat mungkin berdampak buruk pada persepsi dan respon masyarakat luas terhadap ketertiban, hukum dan disiplin.

Nah, dibawah ini adalah beberapa peristiwa yang harusnya tidak menjadi preseden atau ditiru :

1. Yusril Ihza Mahendra

Bukan cuma pernyataan, tapi juga sikapnya yang menolak diperiksa sebagai Tersangka dalam sangkaan korupsi Sisminbakum. Menolak diperiksa maksudnya bukan saja tidak menjawab dan menandatangani BAP, tapi juga meninggalkan pemeriksaan atas kemauan sendiri sehingga terkesan melecehkan proses hukum. Terang saja petugas keamanan internal Kejaksaan Agung menutup jalan keluar (lihat disini). Bukan cuma itu, dengan gegap gempita dan jumawa, Yusril juga mengklaim tidak layak ditahan karena dirinya telah dikenal luas di masyarakat sehingga tidak akan melarikan diri (lihat disini). Bayangkan, ini sikap seorang profesor hukum, guru besar dan mantan pejabat lho..!

Memang, sejatinya tidak menjawab dan menandatangani BAP adalah salah satu hak tersangka sesuai KUHAP. Kita bisa menengok kabar mengenai sikap tersangka ustadz Abubakar Ba'asyir dalam menjalani pemeriksaan.

Namun demikian, tidaklah pantas dan sangat "kerdil" serta terkesan picik bagi sosok profesor hukum, guru besar, dan mantan menteri pejabat Orde Baru dengan perilaku seperti itu. Coba saja bandingkan dengan "junior" Yusril di Departeman Hukum & HAM dulu, Romli Atmasasmita, ketika yang bersangkutan menghadapi dan menjalani proses hukum. Atau, dengan guru besar hukum pidana Universitas Hasanudin, Achmad Ali, bagaimana ketika menghadapi dan menjalani sangkaan korupsi (lihat disini). Keduanya menjalani pemeriksaan dengan tetap melakukan perlawanan, tentunya dalam forum dan prosedur sesuai KUHAP.

2. Susno Duadji

Hampir pasti masyarakat Indonesia mengenal "nama besar" nya. Mantan Kabareskrim Polri ini dikabarkan justru menolak diperiksa ketika disangka terlibat korupsi dalam mendalami perkara penyidikan arwana di Pekanbaru, Riau (lihat disini). Alih-alih berjasa besar sebagai whistle blower dalam penyidikan, penuntutan dan persidangan penggelapan pajak dan pencucian uang, serta mendapat dukungan suara masyarakat banyak, mantan penegak hukum ini bersikap frontal dengan mengabaikan aturan hukum.

Sebagai perwira tinggi, pastinya Susno tahu betul bagaimana prosedur dan apa kewenangan penyidik, serta apa kewajiban tersangka maupun saksi, seperti ditegaskan Pasal 112 KUHAP, sehingga tidak terbayangkan apa yang ada dipikirannya saat dia menyatakan menolak diperiksa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun