Mohon tunggu...
sutrisno
sutrisno Mohon Tunggu... Konsultan - Pengrajin kerajinan yang rajin

penikmat isu agama, sosial dan politik sambil ngopi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Takdir di Masa Pandemi

17 Juli 2021   16:41 Diperbarui: 17 Juli 2021   23:17 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana bahagia setelah akad bersama kyai pesantren daruttauhid arjawinangun| Dokpri

Rabu 14 juli saya sempatkan untuk pulang kampung ingin menyaksikan peristiwa bahagia bagi sahabatku (M.Jazuli) karena hari itu kisah cintanya berlabuh di pelaminan. Entah alasan hasrat cinta tak terbendung atau mungkin karena tanggal bagus hasil hitungan leluhur hingga akad nikah tetap dilaksanakan di tengah ancaman covid-19, walaupun sudah sesuai protokol yang dianjurkan gugus tugas. Namun disisi lain saya juga merasa sedih saat berkunjung ke rumah duka kawan lama (indra IKMAWATI) karena tiga hari lalu ayahnya meninggal dunia. 

Selama dua hari di Cirebon hampir semua teman yang kutemui tak lepas dari obrolan kematian. Akhir-akhir ini tidak berbeda dengan Bandung kabar kepergian seseorang disana juga terasa begitu dekat, dialami tetangga, rekan, bahkan mungkin keluarga yang kukenal dekat, hampir setiap hari pengeras masjid di wilayah Desa Gamel (Cirebon) mengabarkan kematian, mungkin suasana ini juga terjadi di desa lain. beberapa diantaranya meninggal bukan diakibatkan oleh covid-19. Seraya kita mengucapkan itu sudah menjadi takdir bahwa semua yang hidup akan mengalami kematian.

MEMILIH TAKDIR 

Ketika membahas takdir, mungkin ada tiga aliran yang menurut penulis penting diingat kembali bagi anda yang pernah belajar literatur ilmu kalam (teologi), mereka adalah jabariyah (fatalism), qadariyah (free will / free act) dan ahlus sunnah wal jamaah. Jabariyah berkeyakinan bahwa perbuatan manusia sudah ditentukan Tuhan. seakan manusia tidak punya pilihan lain. Qadariyah menekankan kebebasan memilih baik atau buruk, sehingga manusia akan dipertanggungjawabkan di pengadilan akhirat nanti. Di tengah kedua aliran ekstrem itu ada ahlus sunnah wal jamaah. Tokoh utamanya yaitu Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi.

Dua pendiri Ahlus sunnah wal jamaah manyatakan bahwa dengan daya dan kekuatan yang diberikan Tuhan, manusia memiliki pilihan menentukan perbuatan. Dari sinilah kita akan dikenalkan dengan teori ikhtiar atau Kasb (usaha) individu.

RESPON TEMAN-TEMAN NONGKRONG TERHADAP COVID-19

Perspektif teologi tersebut tiba-tiba mucul dalam ingatan ketika mendengar umpatan pedagang tahu sumedang yang menjajakan dagangannya di dalam bis perjalanan Bandung-Cirebon, ia berkata aing mah moal sieun paeh ku korona, da takdir paeh mah ku gusti lain ku corona, mending paeh ker neangan duit dari pada paeh cicing di imah. (saya tidak takut mati karena korona, takdir mati sudah di tangan Tuhan, mending mati ketika mencari nafkah ketimbang mati sewaktu diam di rumah). Jalan pikiran fatalistik (jabariyah) ini bisa dimaklumi karena rakyat kecil tidak punya banyak pilihan. mereka yang terpaksa keluar rumah untuk hidup hari itu tidak bisa disamakan dengan orang yang tidak berkaitan dengan hidup-matinya ekonomi. Kita berharap agar penegakan PPKM ditegakan dengan humanis.

Kebijakan PPKM darurat sampai 20 juli 2021 menurut pemerintah untuk pengendalian pandemi. Kata pengendalian bisa jadi bentuk ikhtiar karena masih dalam jangkauan manusia. Namun, tidak bisa dipungkiri masih ada silang pendapat beberapa teman kita setongkrongan ataupun di grup WA dalam merespon kebijakan PPKM, khususnya berkaitan dengan pembatasan tempat ibadah. Bagi si pemalas mungkin biasa saja, tapi bagi si rajin ibadah mereka tetap berpandangan fatalistik yang diperoleh dari media sosial kemudian memilih bersebrangan dengan kebijakan pemerintah tentang pembatasan aktivitas di rumah ibadah. Oleh sebab berdasarkan kebijakan PPKM semua kegiatan keagamaan di luar rumah dibatasi. Umat diminta menahan diri untuk tidak beribadah berjamaah di masjid, gereja, dan rumah ibadah lainnya.

Sejumlah tokoh agama yang terkumpul dalam wadah MUI, NU, dan Muhammadiyah telah menyatakan dukungan terhadap pengendalian covid-19. Mereka berpendapat bahwa kebijakan tersebut sudah sesuai dengan ikhtiar menjalani ajaran agama yang fundamental yaitu hifdz al nafs (Jaga Keselamatan jiwa)

PILIHAN IKHTIAR

Memang sebuah pilihan yang berat, alih-alih kita ingin taat kepada para tokoh agama, kita malah bisa dicap lalai perintah agama (sholat jumat, idul adha, idul fitri dll). Padahal para tokoh agama sudah sepekat dengan kaidah ushul fiqh dar ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil masholih (menghindari bahaya harus lebih utama daripada mewujudkan kebaikan. Pada masa pandemi ini kita tidak bisa membedakan siapa yang terkena virus atau tidak. Ya kan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun