Mohon tunggu...
Sindikat Jogja
Sindikat Jogja Mohon Tunggu... -

Paguyuban Jogja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo; Memang Bukan Pengemis Cinta, Tapi Pengemis KTP

27 Mei 2014   05:06 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:04 1156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa hari terakhir, beredar kabar soal kewarganegaraan ganda Prabowo. Harian Koran Tempo mengutip laporan Associated Press pada 22 Desember 1998 menyebutkan Prabowo sengaja meminta kewarganegaraan. Menanggapi permintaan tersebut, kerajaan Yordania melalui Raja Abdullah II menerima pengajuan itu melalui dekrit tertanggal 10 Desember 1998. Raja Abdullah sendiri memang mengakui bahwa dia memang menyelamatkan Prabowo yang waktu itu terjebak dalam kisruh militer dan huru-hara sipil tahun 1998 itu. Saat itu, Abdullah yang masih menjadi pangeran menawari Prabowo terlibat beberapa kasus penculikan untuk tinggal di negaranya.

Mengapa Prabowo bisa memiliki kedekatan dengan Pangeran Yordania itu? Wah wah, ternyata keduanya merupakan alumni Fort Benning, sebuah lembaga pendidikan pasukan khusus militer Amerika Serikat. Stanley A Weiss, pendiri lembaga Business Executives for National Security di Washington, Amerika Serikat, mengatakan Prabowo dan Raja Abdullah II adalah murid paling menonjol yang pernah dilatih di Amerika. Dan  Weiss begitu bangga, pasukan khusus militer dengan didikan Amerika Serikat ini memiliki posisi yang kuat di negara masing-masing. Yang satu sudah menjadi raja, dan yang satunya lagi menjadi calon presiden.

Terlihat betul hegemoni Amerika dan rencana CIA untuk mendidik para calon jenderal untuk memiliki perspektif pro Barat, terutama di negara-negara berkembang yang kaya sumber daya alam. Dan Prabowo, adalah salah satu pion dari agenda itu.

Namun pada saat 1998 itu, Prabowo sama sekali tak punya tempat berlindung yang lain. Arogansi anak pejabat, dan menantu presiden pun telah ikut lengser seiring lengsernya Soeharto. Maka tak ada lagi yang bisa ia banggakan dan dapat melindunginya di tanah Indonesia. Larilah Prabowo bak pengecut yang takut ia akan dijemput untuk didudukkan di kursi pengadilan militer. Setibanya di Yordania, agar tak dapat seorang pun pemerintah Indonesia berkuasa atas dirinya, ia memohon-mohon untuk dijadikan kewarganegaraan Yordania. Hidup dan terjamin, selamat dari ancaman pengadilan militer. Karena ia telah memiliki back-up yang tentu saja menyulitkan proses penangkapan Prabowo. KTP dan kewarganegaraan Yordania, beserta anak raja di belakangnya.

Tapi tentu saja, adik yang bersangkutan tak terima. Hasjim, yang selama ini menjadi donatur dan penyokong dana, menolak jika Prabowo memperoleh kewarganegaraan Yordania karena meminta. Namun sebagai sebagai penghargaan atas jasa-jasa Prabowo memajukan dunia Islam. Sunggun teduh betul penjelasan sang adik ini, memoles buah busuk dengan parfum dan wewangian agar tercium segar. Toh akal sehat kita tetap mampu mencium busuknya.

Mengapa Prabowo demikian ketakutan hingga lari lintang pungkang ke luar negeri? Masa itu, gejolak reformasi yang akhirnya mampu memaksa Soeharto lengser keprabon pada 21 Mei 1998. Namun situasi tetap panas, karena masih ada tarik-menarik antara kelompok pro reformasi dengan kelompok-kelompok status quo. Di situlah otak Prabowo bermain, situasi yang mendukung baginya untuk memainkan peran. Tanggal 22 Mei, Habibie tengah mempersiapkan pengumuman kabinet setelah dirinya diangkat menggantikan Suharto. Tentu saja, situasi saat itu masih mencekam, di tengah konflik yang belum menunjukkan tanda akhir.

Saat itulah, Wiranto menghadap Habibie menyebutkan adanya pergerakan pasukan yang tidak berkoordinasi dengannya sebagai Panglima ABRI kala itu. Pasukan itu berada di bawah koordinasi Kostrad, yang digerakkan oleh Prabowo selaku Pangkostrad kala itu. Tindakan indisipliner ini bukan hal baru bagi Prabowo. Sebagai perwira sekaligus menantu presiden, dia kerap melakukan tindakan indisipliner yang tak mengikuti garis komando. Belakangan, investigasi Komnas HAM juga membuktikan Prabowo melakukan tindakan indisipliner dalam operasi tim mawar untuk menculik para aktivis pro demokrasi selama periode reformasi 1998.

Habibie tak mau mengambil resiko atas tindakan-tindakan Prabowo yang kerap mengambil langkah seenaknya. Akhirnya, Habibie memerintahkan Wiranto untuk mencopot jabatan Prabowo sebagai Pangkostrad. Pada tahap ini, Habibie masih bersikap lunak, Prabowo tak diberhentikan tapi dia dialihtugaskan menjadi Komandan Sekolah Staf dan Komando (Dansesko) ABRI. Dalam suasana transisi yang tengah diemban Habibie, Prabowo sangat berbahaya jika memegang pasukan. Tindakan-tindakan indisiplinernya mengarah pada kudeta militer, apa lagi saat pemerintahan sedang benar-benar genting. Pencopotan itu ditempuh bukan karena Habibie ingin mempertahankan kekuasaan, tapi karena kudeta yang dirancang Prabowo akan memutar balik jalan demokrasi yang baru memulai langkah awal.

Tak terima dengan pencopotan itu, Pangkostrad Letjen Prabowo Subianto bergegas hari itu juga bersama 12 pengawalnya dia tiba di Istana Presiden, untuk menemui BJ Habibie. Menurut prosedur yang berlaku, para tamu presiden harus menunggu dahulu di lantai dasar, harus diperiksa dan disterilkan. Setelah tamu mendapat persetujuan bahwa ia akan diterima presiden baru diizinkan naik lift menuju lantai 4.

Tapi saat itu Prabowo dengan lancang naik lift ke lantai 4 tanpa dicegat siapapun, karena ia tahu Paspampres sungkan kepadanya, seorang mantu presiden yang baru satu hari lengser. Ia pun menemui Presiden Habibie dengan bersenjata lengkap; pistol, magasen, peluru, dan sebilah pisau rimba khas Kostrad.

Untunglah Prabowo dapat dicegat dan diminta menanggalkan seluruh senjatanya atas perintah Sintong Panjaitan, saat itu menjabat sebagai penasihat bidang pertahanan dan keamanan (Hankam) Presiden Habibie. Sintong pun memberi perintah agar Prabowo jangan masuk ke kantor presiden, sebelum diberi izin. Sintong tahu betul sejarah mencatat, tewasnya Presiden Korea Selatan Park Chung-hee (menjabat tahun 1963-1979) karena ditembak dari jarak dekat oleh Jenderal Kim Jae-gyu dengan pistol Walther PPK, dalam satu pertemuan di Istana Kepresidenan Korsel.

Dia bersumpah demi ayah dan mertuanya, agar Habibie tetap memberinya kewenangan untuk memegang pasukan. Di sini juga terlihat betapa feodal dan mentang-mentangnya seorang Prabowo. Dalam situasi sangat genting, ketika reformasi mulai bergulir, dia masih membawa-bawa nama keluarga sebagai back-up untuk mempertahankan jabatan. Tentu saja Habibie menolak, dia sudah tahu motif Prabowo untuk menggerakkan pasukannya demi ambisi pribadinya, yaitu menguasai pemerintahan dengan cara militer. Sungguh bukan hal yang normal dan malah tak terhormat, seorang perwira memprotes dan menantang pemimpin tertingginya yang memindahtugaskan dirinya.

Dan tentu saja, karena hobi bertindak indisipliner, bertindak di luar koordinasi, kemerosotan karir menghampiri Prabowo. Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang dibentuk untuk mengusut berbagai kasus pelanggaran HAM, menunjukkan bahwa Prabowo terlibat dalam berbagai kasus penculikan dan penghilangan paksa. Alhasil, 24 Agustus 1998 DKP yang terdiri dari 14 perwira tinggi itu merekomendasikan agar Prabowo dipecat dari tugas kemiliteran. Saat itulah, karir militer Prabowo benar-benar habis. Dia tidak bisa mengelak dari dosa-dosa yang dia lakukan dengan memanfaatkan posisi istimewa sebagai menantu Suharto. Garis hidup Prabowo jungkir balik 180 derajat. Yang awalnya memiliki setumpuk keuntungan sebagai perwira sekaligus menantu presiden, kini dia terancam pengadilan militer.

Tak mampu membayangkan derita hidup di balik bui, September 1998 Prabowo memilih kabur ke Yordania. Maka, demi mencari selamat, ia meninggalkan kewarganegaraan Indonesia, menjadi warga negara Yordania. Prabowo sudah ancang-ancang, kalau sewaktu-waktu dia dipanggil paksa untuk memberikan pertanggungjawaban di pengadilan, dia akan mengajukan suaka sebagai warga negara Yordania.

Amboi, cemen sekali mantan jenderal kita yang satu ini. Itulah memang dirinya, seorang Prabowo Subianto yang sedari dulu hidup enak dan karir cemerlang serta mentang-mentang, karena anak menteri dan menantu penguasa. Ia hanya mampu berdiri dan jumawa jika ada orang besar di belakangnya. Ia tak hebat karena usaha dan keringatnya sendiri.

Apakah seorang ksatria berjiwa perwira begitu rupanya?

Untung saja, SBY (sebagai anggota Dewan Kehormatan Perwira) yang ikut mengungkap fakta keterlibatan Prabowo dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa saat itu, menjadi presiden tahun 2004. Mulailah ia melancarkan lagi akal bulusnya untuk meraih kekuasaan. Kali ini melalui cara yang berbau demokrasi, dengan mendirikan Partai Gerindra tahun 2008. Saat itu pula SBY ternyata sungguh sibuk mengurusi pemerintahan koalisinya. Jadilah dia tidak menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM untuk melakukan pemanggilan terhadap Prabowo pada tahun 2006. Prabowo akhirnya masih dapat melenggang kangkung di panggung politik Indonesia.

Di sini, sekali lagi lihat betapa rajin orang-orang Prabowo memelintir fakta. Hashim bilang Prabowo mendapat warga negara Yordania sebagai penghargaan atas jasa-jasanya memajukan Islam. Janganlah membuat alasan itu yang membuat kami tertawa, Pak!

Sungguh menggelikan. Jasa yang mana?

Jika saat ini kita ketemu langsung dengan Hasjim, hal pertama yang patut ditanyakan adalah: apa jasa Prabowo terhadap dunia Islam sehingga mendapat warga negara kehormatan? Kapan pula Prabowo sempat berbuat jasa demi Islam di tengah karut-marut kondisi politik negeri Indonesia, selama kurun waktu 1996-1998 itu? Waktu itu, ia seorang Danjen Kopassus atau ulama sebenarnya, sih? Dulu Hasjim berkata Prabowo pergi ibadah haji dan istirahat di Aman untuk berobat. Sedangkan bapaknya, Soemitro mengaku anaknya ada di London. Melarikan diri saja ada beberapa versi rupanya.

Jika kita lihat konteksnya secara jernih, justru Prabowo waktu itu adalah pelarian yang tengah dibuntuti kasus-kasus pelanggaran HAM. Kondisi saat itu sangat berbeda dengan masa sekarang, di mana kasus-kasus pelanggaran itu mulai samar. Tapi, orang terpelajar yang waktu itu sudah akil baligh, tentu ingat bagaimana gaung pelanggaran HAM menggema sampai dunia Internasional.

Para remaja yang saat ini duduk di bangku SMA atau yang lebih muda pasti tak ingat derasnya gaung pelanggaran HAM Prabowo waktu itu. Tapi silakan tanya pada keluarga korban penculikan, penghilangan, korban jiwa, korban perkosaan, penjarahan dan korban-korban lain selama tragedi 98, tentu kalian akan paham. Silakan tanya juga pada korban-korban penculikan aktivis, beberapa di antara mereka bisa diselamatkan, dan masih bisa memberikan kesaksiannya. Semua itu sangat jelas menunjukkan, bahwa Prabowo saat itu adalah pelanggar HAM yang tengah melarikan diri ke luar negeri.

Dengan kondisi seperti itu, mungkinkah sebuah negara memberikan status warga negara istimewa kepada Prabowo jika tidak dengan meminta-minta?

_______________________________________________

http://www.apnewsarchive.com/1998/Suharto-Relative-Turns-Up-in-Jordan/id-e0112858bc92a8f6702e9a3db8969512

http://dunia.news.viva.co.id/news/read/484377-kisah-persahabatan-prabowo-dan-raja-yordania

http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/25/269580212/Prabowo-Disebut-Meminta-Kewarganegaraan-Yordania

http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/22/269579597/Soal-Kewarganegaraan-Prabowo-Fadli-Zon-Cerita-Lama

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/08/30/msbpsq-habibie-jelaskan-pencopotan-prabowo-dari-pangkostrad

http://www.merdeka.com/peristiwa/dialog-panas-habibie-prabowo-saat-dicopot-sebagai-pangkostrad-isu-kudeta-prabowo-3.html

http://koranpembebasan.wordpress.com/2012/08/29/kronik-kasus-penculikan-dan-penghilangan-paksa-aktivis-1997-1998/

Twitter: @sindikatjogja

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun