Mohon tunggu...
Siti nurjanah
Siti nurjanah Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Suka melakukan perjalanan, baca buku, nonton film atau drama juga mendengarkan musik. - Nulis juga di : https://www.stnurjanahh.com - IG dan Twitter : @st_nurjanahh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pesan Moral di Balik Cerita Rakyat Asal-usul Nama Surabaya

10 Januari 2021   23:20 Diperbarui: 10 Januari 2021   23:29 23907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu unsur kekayaan budaya Indonesia adalah begitu banyaknya legenda maupun Cerita Rakyat yang begitu akrab di tengah masyarakat. Dari berbagai penjuru daerah di seluruh Nusantara memiliki ragam hikayatnya. Sebagiannya berkaitan dengan asal usul penamaan suatu tempat. Seperti yang akan Aku sampaikan berikut ini.

Legenda ini pernah Aku baca di sebuah kumpulan cerita rakyat Jawa Timur yang Aku pinjam dari perpustakaan wilayah. Alkisah hiduplah seekor ikan Hiu bernama Sura dan Buaya bernama Baya di lautan luas. Keduanya sering melakukan perkelahian, demi merebut mangsanya. Keduanya sama-sama ganas, buas, kuat dan cerdik tak ada yang mau mengalah.

Sampai kemudian mereka melakukan kesepakatan, dimana Sura mengajukan untuk membagi daerah kekuasaan menjadi dua. Dimana si Hiu berkuasa sepenuhnya di dalam air maka harus mencari mangsa di dalam air, sedangkan si Buaya barkuasa di daratan dan mangsanya harus yang berada di daratan. Dimana batasnya tempat yang dicapai ketika air laut pasang.

Semula keadaan membaik dan saling menghormati kekuasaan masing-masing. Namun suatu ketika ketamakan menguasai Sura dan Ia mencari mangsa di sungai dimana itu merupakan area Si Baya. Kendati di lakukan sembunyi-sembunyi pada akhirnya ketahuan juga, marahlah sang Buaya karena merasa di khianati.Sura tak mau mengakui kesalahannya, karena tidak ada yang mau mengalah karena Ia berasumsi sungai masih berada dalam wilayah perairan, maka pertempuran sengit tak terhindarkan. 

Mereka saling menerjang, menerkam, memukul dan menggigit. Dalam waktu sekejap, air disekitarnya pun menjadi merah oleh darah yang keluar dari luka-luka kedua hewan buas  tersebut.Gigitan Sura mengenai ujung ekor Baya sebelah kanan, sehingga ekor tersebut selalu membengkok ke kiri. Sedangkan Sura tergigit ekornya hingga nyaris putus. Setelah perkelahian yang sangat sengit tersebut. kedua hewan itu terluka sangat parah dan akhirnya keduanya mati.

Cerita Rakyat Sura dan Baya ini cukup santer terkenal di kalangan masyarakatnya sehingga kerap dikaitkan dengan peristiwa ini, konon kabarnya itu jua yang menjadi landasan landmark dari kota ini berukiran patung Hiu dan Buaya. Namun, sisi lain ada yang menyebut jika kata Surabaya diambil dari Sura berarti Jaya atau selamat. Baya berarti bahaya, jadi Surabaya memiliki makna "selamat menghadapi bahaya". Dimana simbol Hiu dan Buaya juga menjadi lambang keberanian pemuda-pemuda Surabaya dalam mempertahankan wilayahnya dengan menentang bahaya.

Terlepas dari legenda yang melatar belakangi, dari cerita rakyat ini bisa diambil pesan moral yang bisa menjadi peringatan yang bermanfaat. Dimana perkelahian bukan jalan yang baik untuk menyelesaikan permasalah. Saling menghargai antara satu dan yang lainnya, karena berdamai jauh lebih baik sebab menciptakan ketentraman.

Ketamakan dan rakus akan kekuasaan bukan sifat terpuji yang ujungnya hanya menimbulkan kesengsaraan. Hargai setiap yang dimiliki, jikapun menginginkan sesuatu tentunya dengan usaha yang benar dengan tidak melanggar peraturan berlaku.Jangan pula berkhianat yang akan menodai nilai-nilai kesetiaan, loyalitas dan hanya bisa menyebabkan kerusakan serta kerugian baik mental maupun fisik. Tepati janji maupun kesepakatan yang telah di ikrarkan. 

Cerita rakyat diciptakan oleh masyarakat setempat dan diturunkan ke generasi selanjutnya. Umumnya memiliki serangakai kalimat yang sederhana dan mudah dimengerti, itu sebabnya akan sangat mudah dicerna oleh usia anak. Disamping itu dengan membaca salah satu hikayat kearifan lokal nusantara pun bisa menambah wawasa sekaligus  sebagai media pengenalan norma sosial dan pesan moral tersirat sehingga bisa diambil amanat yang positif dalam berperangai atau bertingkah laku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun