Tak sampai satu  jam, kami berpanas-panas di Bledug Kuwu. Udara panas dan sengatan terik mentari  benar-benar membuat saya menyerah. Secepatnya kami kembali ke lokasi parkir. Cukup membayar sepuluh ribu rupiah untuk biaya sewa payung dan jasa parkir. Â
Di lapak penjual minuman yang memanfaatkan teras dalam gerbang masuk, saya comot saja buku "Legenda Bledug Kuwu" yang dijejer dengan foto-foto menarik letupan Bledug Kuwu. Harga bukunya 15 ribu rupiah. Â
"Lumpurnya itu dingin lho mas," kata penjual buku dan minuman dengan ramah. Silahkan nanti dibaca di buku ini, sambil menyerahkan buku ke tangan saya.
Ternyata, lumpur Bledug Kuwu memang cenderung dingin, seperti apa yang saya baca dari buku. Ini termasuk mud vulcano, seperti halnya Lumpur Lapindo Sidoarjo. Â
Bedanya, lumpur Bledug Kuwu bukan berasal dari bocoran magma yang panas di perut bumi yang mengalir ke permukaan. Diperkirakan, lumpur Bledug Kuwu berasal dari sebuah rongga yang  berisi air laut yang terperangkap di kerak bumi.Â