Kami turun dan memasuki gerbang kecil yang tanpa penjaga. Kalau boleh saya bilang di sekitar tempat ini, sudut-sudutnya terlihat agak kotor. Ada tumpukan sampah dan barang-barang. Inilah gerbang objek wisata Bledug Kuwu.Â
"Silahkan pak, payungnya," tukang parkir menawarkan jasa.Â
"Panas pak di sana nanti, sambil tangannya menujuk ke tengah hamparan luas!" lanjutnya meyakinkan.Â
Saya setuju, karena sesaat kemudian merasakan udara panas sudah menyergap. Pak Ali ternyata lebih enjoy berpanas-panas.... Terserahlah.
Kami berjalan beriringan menuju pusat letupan lumpur Bledug Kuwu. Mulanya, di kanan kiri jalan setapak ada bekas gazebo atau shelter yang atapnya compang-camping.
Untuk menuju ke tengah, kami melewati bekas tapak yang terlihat padat. Pertanda sering dilalui manusia. Di tengah terik, kami jumpai beberapa titik lapak penjual garam. Selain garam, dipajang pula Bleng (air garam) dan kerajinan tas plastik. Entah kemana orangnya.Â
Makin ke tengah, letupan lumpur Bledug Kuwu makin terlihat. Saya sempat kaget saat kaki melangkah tiba-tiba tanah yang diinjak jadi lunak dan bergoyang. Ups... awas kejeblos! Saya membayangkan di bawah kaki, terdapat rongga yang berisi lumpur sehingga tanah di permukaan jadi lembek.
Akhirnya, sampai juga di sebuah area yang membedakan antara tanah yang benar-benar keras dan aman dengan tanah lembek yang berbahaya. Saatnya berhenti di titik itu.Â
Dari sini, fenomena letupan dan semburan lumpur Bledug Kuwu lebih jelas terlihat. Kadang hanya muncul gelembung. Kadang berupa letupan pendek. Sesekali muncul semburan besar yang muncrat ke angkasa. Walaupun tingginya hanya di atas 2-3 meteran. Inilah fenomena alam unik dan langka di bagian tengah Pulau Jawa. Â