Nah, di Sangiran inilah ditemukan fosil tengkorak S17 di sebuah tebing di tahun 1969 oleh Tukimin, warga dusun Pucung.  Penemuan ini merupakan rentetan penemuan-penemuan sebelumnya  yang diawali oleh  Schemulling di tahun 1864 yang hanya menemukan fosil vertebrata.  Baru ketika Ralph von Koenigswald mulai penelitian dan penggalian secara intensif di tahun 1934, maka mulai pula ditemukan serpihan-serpihan fosil manusia purba.
Makin lama penemuan Koenigswald makin banyak sehingga akhirnya dia memberanikan diri mengajukan fosil temuannya sebagai Homo Erectus yang artinya manusia setengah kera. Secara ilmiah dia menyebut Homo Erectus itu sebagai Phitecantropus Erectus, artinya manusia yang berdiri tegak. Ini dipercaya sebagai fosil penting dari  tahapan evolusi manusia sebelum menjadi Homo Sapiens (manusia modern).
Lebih menghebohkan lagi, secara keseluruhan di Sangiran ini telah ditemukan lebih dari  50 fosil individu manusia yang mewakili 65%  fosil Homo Erectus di Indonesia. Bahkan jika perbandingan dengan temuan di  berbagai belahan bumi,  Sangiran  telah menyumbang 50%  temuan fosil Homo Erectus di dunia! Artinya, sumbangsih Sangiran  pada dunia palaeontologi demikian luar biasa. Tak heran, UNESCO di tahun 1996 memasukkan Sangiran dalam Daftar Warisan Dunia (World Heritage List) nomor 593. Sebutannya: The Sangiran Early Man Site.
Cukup sulit bagi seorang ilmuwan untuk merekonstruksi fosil tengkorak menjadi figur wajah utuh. Tapi adanya S17, proses itu makin dipermudah. Maka, dengan bekal keilmuan dan pengalaman dalam bidang seni patung, anatomi komparatif, akhirnya membawa Elisabeth Daynes terlibat pula dalam proses rekonstruksi S17 menjadi figur manusia.
Temuan fosil S17 yang relatif utuh , ternyata  sangat membantunya merekonstruksi  bentuk wajah manusia Jawa purba. Tidak sekedar rekontruksi wajah. Termasuk juga keberadaan tubuh manusia-nya. Sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa S17  adalah Homo Erectus laki-laki berusia 700.000 tahun . Â
Semakin lengkapnya temuan-temuan di Sangiran pada akhirnya makin mengerucutkan hipotesis bahwa Home Erectus adalah penyambung dari terputusnya proses evolusi manusia. Â Singkatnya, Homo erectus adalah Missing Link! Benarkah demikian, entahlah.
Pastinya, dengan keberadaan S17 Â yang spesial ini, tak heran banyak museum dunia yang mengoleksi replikanya, karena ini adalah temuan fosil penting dalam dunia palaeontologi. Tak berlebihan kiranya jika disebut,S17 adalah masterpiece-nya Sangiran!