Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Filsafat Hari Ketupat (Kupatan)

17 September 2010   08:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:11 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari raya idul fitri juga dikenal dengan’’ Hari Rata Ketupat’’. Definisi ini sangat sederhana, sebab ketupat itu banyak ditemukan pada hari raya idul fitri. Bahkan, gambar ketupat ini menjadi symbol hari raya idul fitri. Parsel, kartu lebaran, hingga perusahaan-persuahaan menghias kantornya dengan gambar masjid dan ketupat. Ini lakukan sebagai bentuk penghormatan atas datangnya hari raya idul fitri (ketupat). Akan tetapi, jarang sekali orang mengetahui filsafat ketupat tersebut, karena memang tidak ada literatur yang secara sepesifik membahasa masalah ketupat.

Di berbagai daerah, hari raya ketupat (kupatan), biasanya dilakukan pada hari ke-8 setelah idul fitri. Tradisi ini sangat menarik, walaupun saat ini mulai hilang atau pudar. Akan tetapi, dibeberapada daerah tertentu, seperti Jember, ternyata masih berlaku. Bahkan, tradis (kupatan) ini rutin dilaksanakan setiap tahun sekali. Biasanya, setiap rumah menyediakan ketupat, lontong, lepet, serta lengkap dengan opor ayam dan dibawa ke Masjid atau Musolla terdekat. Setelah sang Kyai berdo’a, maka menu yang terdiri dari ketupat, lontong, lepet, dan opor Ayam dimakan bersama-sama. Uniknya, menu itu dibagi secara acak. Begitulah tradisi kupatan yang berlangsung dari tahun-ketahun hingga sekarang.

Setelah ditelusuri, ternyata hari raya ketupat (kupatan) berasal dari bahasa Arab (كافة ) yang artinya (sempurna/ menyeluruh). Istilah ini diambil, karena orang islam yang telah berpuasa sebulan penuh telah merayakanya Idul Fitri. Selang satu hari, sebagian orang islam melanjutkan puasa sunnah Enam Syawwal (Sitta Syawwal). Pada hari ke-delapan, mereka yang berpuasa Enam Syawal berarti telah melaksanakan puasa secara sempurna, yaitu 30 hari puasa ramadhan, dan 6 hari puasa Syawwal. Menurut sebuah keterangan Nabi Saw. Orang yang melaksanakan puasa ramadhan, kemudian dilanjutkan Enam Syawwal, maka seolah-olah orang tersebut telah melaksanakan puasa setahun penuh. Berarti, orang tersebut telah memperoleh pahala puasa 365 hari.

Jadi, sebenarnya filsafat hari raya ketupat (kupatan) itu sebagai bentuk perayaan (kemenangan) bagi mereka yang telah mampu melawan hawa nafsunya pada bulan Ramadhan yang ditambah dengan 6 Syawwal. Sedangkan, mereka yang melaksanakan puasa 6 Syawal, tetapi tidak tertib (urut) tetap diperbolehkan. Sedangkan, mereka yang tidak melaksanakan puasa juga tidak apa-apa. Sebab, hukum puasa 6 Syawwal itu sunnah. Artinya, yang melaksanakan itu memperoleh pahala, sedangkan yang tidak mengikutinya juga tidak apa-apa.

Bagi yang telah melaksanakan puasa 6 Syawwal, semoga mereka benar-benar melaksanakan puasa secara sempurna (كافة ). Perayaan hari raya kupatan itu untuk kalian, sedang yang belum sempurna, semoga bisa melaksanakan, walaupun harus meng-kredit setiap senin dan kamis. Semoga semua memperoleh balasan dari tuhan, sesuai dengan amal perbuatannya. Wallau a’lam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun