Ke mana pun berjalan, beliau tidak pernah berhenti membaca Alquran. Walaupun sedang nyetir mobil. Termasuk ketika sedang thowaf. Syekh Muhamad Maki Al-Pakistani sering mensinyalir sosok yang menghafalkan menghatamkan Alquran setiap tiga hari sekali saat thowaf. Rupanya, sosok yang dikagumi adalah "Syekh Muhammad Ali Al-Shabuni".
Kadang saya-pun berjumpa dengan beliua sedang "Thowaf", saat itulah saya menyapa dan mencium tangannya. Karena mencium tangan ulama, sama dengan mencium tangan Rasulullah SAW. Siapa yang memuliakan Rasulullah SAW, sama dengan memulian Allah SWT, siapa yang memuliakan Allah SWT, maka surgalah tempatnya.
Sudah terbiasa, saya setiap jam 16.30, saya nunggui beliau di depan Ka'bah, tepatnya pada Arah pintu Malik Abdul Aziz. Saya-pun, menyalami dan mengecup tangan agar mendapat berkah. Sampai suatu ketika saya bertanya kepada beliau seputar Akidah Asaariyah, beliau menjawab "Imam Al-Asaari" adalah imam Ahlussunah Waljamaah. Begitulah setiap sore menjelang magrib.
Suatu saat, saya matur kepada beliau meminta ijazah. Kemudian beliau menjawab "semua apa yang saya dapat dan peroleh dari guru-guru saya, aku ijazahkan kepadamu". Saya menjawab "saya terima ijazah ini".
Saat itu, Syekh Muhammad Ali Al-Shabuni memberika uang 200 real dan karya-karya beliau. Dua kitab yang saya terima "Tafsir Al-Wadih Al-Muyassar" dan Kitab Riyadu Al-Shalihin. Tidak ada sesuatu paling Bahagia, melebihi kebahagiaan seorang santri ketika mendapatkan doa keberkahan, dan ijazah dari guru yang paling dicintainya.
Sejak saat itu, saya tidak pernah berhenti menghadiahi Al-Fatihah kepadanya, karena telah mendapatkan ijazah kitab tafsir dan hadis. Saya menggunakan kitab Tafsir Al- Wadih Al-Muyasaar mengajarkan di Masjid dekat rumahku.