Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menolak NU di Jogja, Sama dengan Merusak Citra Muhammadiyah Sendiri

2 Maret 2020   16:47 Diperbarui: 2 Maret 2020   20:09 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nomporejo-kulonprogo.desa.id

Muhammadiyah itu organisasi besar dengan syiar "berkemajuan". Dengan lambang matahari Muhammadiyah seolah-olah akan menerangi penduduk bumi ini. Sedangkan NU organisasi yang berbasis kultural, ramah dengan lingkungan dan dengan lambang bumi yang siap menerima siapa saja yang akan bercocok tanam.

Matahari tidak akan gunanya bersinar terang, jika tidak ada penduduk  di muka bumi. Begitu juga dengan bumi, tidak akan berguna jika tidak mendapatkan cahaya matahari. Matahari dan bumi selamanya akan sinergi sampai ahir nanti. Bumi dan matahari akan selalu bersama membangun negeri, karena keduanya lambang kesejahteraan dan kemakmuran bumi pertiwi.

NU berdiri di Jawa Timur, bahkan membumi ke seluruh pelosok Negeri hingga Mancanegara, sementara Muhammadiyah berdiri di Jogjakarta. KH Muhammad Hasyim Asaary dan KH Ahmad Dahlan pernah agama di bawah bimbingan langsung oleh Syekh Sholih Darat. Keduanya juga pernah belajar di agama di bawah bimbingan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabau selama di tanah suci Makkah. Konon, tokoh yang merubah namanya KH Ahmad Dahlan adalah Sayyid Usman Shata. Beliau salah satu saudara dari Sayyid Abu Bakar Shata, salah satu guru dari Syekh Muhammad Hasyim Asaary di Makkah.

Fikih dan Akidahnya, Muhammad Hasyim Asaary dan Muhammad Darwis sama persis. Akidah nya mengikuti Abu Hasan Asaary dan Fikihnya mengikuti Imam Syafii. Hal itu pernah diungkapkan oleh Buya Syafii Maarif yang benar-benar arif nan bijaksana menghadapi setiap perbedaan yang terjadi.

Muhammadiyah dan NU, dua organisasi yang berkemajuan di dalam menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya. Tidak pernah terjadi dalam sejarah Muhammadiyah, menyelesaikan setiap persoalan dengan pentungan atau dengan kekerasan. Karena cara-cara itu tidak berkemajuan, tetapi cara-cara primitif. Sama persis dengan NU yang mayoritas Ulama Nusantara dan Habib Nusantara, selalu menyelesaikan dengan diskusi dan musyawarah, sebagai ciri khas umat Rasulullah SAW.

Jawa Timur basisnya NU, tempat lahirnya organisasi terbesar di Indonesia,  tidak akan pernah menghalangi Muhammadiyah membuat kampus, rumah sakit, sekolah di kawasan NU. Karena NU melihat, Muhammadiyah itu adalah saudara, dan bersaudara itu merupakan nikmat paling indah dalam berjamaah. 

Keras dan menolak Muhammadiyah di Jawa Timur, khususnya Jombang, bukan sifat NU yang di dirikan oleh KH Muhammad Hasyim Asaary. Jadi, kalau ada orang yang melarang kegiatan NU, baik pengajian maupun harlah NU di adakan di Jokjakarta, berarti sama dengan akan menghalangi Muhammadiyah berkembang Jawa Timur. NU, bukan organisasi yang telah berkiprah berdirinya NKRI, dan menjaga keutuhan NKRI.  

Kayaknya, orang-orang yang akan menghalangi kegiatan NU yang akan dilakukan di Masjid Gede Kauman, bukan ciri khas Muhammadiyah yang berkemajuan. Apalagi, PCNU telah mendapatkan izin dari PDM Kota Jogjakarta. Apalagi, Masjid Gede itu bukan masjid Muhammadiyah.

Yakinlah, NU tidak akan mengajak warga Muhammadiyah untuk masuk NU. Justru, kehadiran NU di Jogjakarta akan menjadikan organisasi berlambang matahari Muhammadiyah makin kuat dan hebat dimata masyarakat Indonesia. Ketika Harlah NU dilakukan Jogjakarta, mata dunia akan melihat bahwa Muhammadiyah memiliki jiwa yang besar mau menerima warga NU dengan baik di kota kelahirannya, sebagaimana warga NU menyekolahkan putra-putrinya di Kampus Muhammadiyah. Sebaliknya, jika Muhammadiyah benar-benar menolak acara NU, baik pengajian maupun harlah, dunia akan berkata "Muhammadiyah tidak Berkemajuan".

seorang tokoh Muhammadiyah, Prof Dr. Munir Mulkhan pernah berkelekar dalam sebuah bukunya, bahwasanya Muhammadiyah itu dibagi menjadi empat golongan. Golongan pertama adalah kelompok Purifikasi, yaitu sebuah kelompok gerakan Muhammadiyah yang ingin kembali kepada Alquran dan sunnah, sebagaimana pada masa Rasulullah SAW dan sahabatnya.

Kelompok berikutnya adalah "Muhammadiyah Kultural" yang ikut tradisi KH Ahmad Dahlan. Biasanya kelompok seperti masih suka tradisi Jawa, seperti wayang kulit dan kesenian tradisional. Dengan cara seperti ini Muhammadiyah bisa diterima di kalangan masyarakat tradisional. Selanjutnya MUNU (Muhammadiyah NU), dimana kelompok yang model begini, ubudiyah ikut tradisi NU, tetapi mereka tetap eksis ikut organisasi Muhammadiyah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun