Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tebarkan Salam, Silaturahmi, Makan, di Bulan Suci

15 Juni 2017   10:59 Diperbarui: 21 Juni 2017   13:36 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak ada bulan yang lebih menyenangkan bagi umat islam, melebihi bulan suci Ramadhan. Tidak ada waktu yang lebih mengasikkan, melebihi waktu menanti berbuka puasa. Rosulullah SAW pernah mengatakan “bagi orang yang sedang puasa memiliki dua kebahagiaan, pertama saat menunggu berbuka puasa, kedua saat bertemu dengan Tuhan maha penyangang”.

Bukan yang berpuasa saja yang merasa bahagia lho ya.  Para pedangang busana, petani buah, penjual makanan dan minuman, parcel, juga ikut berbahagia, walaupun tidak beragama islam. Pada bulan puasa ini, umat islam menghabiskan duitnya untuk belanja makanan, kuelebaran, parcel, busana, peralatan rumah tangga, bahkan kadang rumah-pun diperbaruhi karena menyambut hari raya idul fitri. Wong yang tidak puasa-pun, kadang busananya juga baru dan lebih bagus.

Jika melihat suasana bulan Ramadhan, mulai persiapan buka puasa, taraweh berjamaah, tadarusan bersama, patrol di tenggah malam, kuliah subuh di setiap masjid, khataman Al-Quran, ngaji kilatan kitab gundul di pesantren salaf, bahkan sampai jual beli makanan dan minum barangkali Indonesia itu paling rame sejagat. Banyaknya orang menghidupkan malam Ramadhan dengan beragam ibadah, membuat Indonesia terasa sejuk dan damai.

Kewajiban bagi setiap muslim menebarkan salam (perdamaian), baik ketika di masjid, jalan, kampus, rumah sakit dan lain sebagainya. Umat islam terlihat sangat kuat dan kokoh pada bulan suci Ramadhan. Mereka berbondong-bondong berbagi makan dan minum kepada umat islam, baik yang sedang melakukan perjalanan (musafir), atau kepada orang yang sedang berhenti di Masjid.

Lebih menarik lagi, beberapa istitusi, seperti; rumah sakit, perbankan, kepolisian, kampus, bahkan jurusan tertentu, perumahan, juga mengadakan buka bersama yang dilanjutkan dengan “taraweh bersama”. Tidak lupa, selalu ada “tausiah” yang isinya menjadi vitamin sekaligus menebarkan salam dan kesejukan kepada masyarakat. Inilah ciri khas masyarakat Indonesia yang suka saling menyapa dan bertatap muka dengan tetangga dan kerabatnya.

Salam, silaturahmi, dan berbagi makanan itu menjadi ciri khas umat islam, sebagaimana pesan Rosulullah SAW “ wahai manusia, tebarkan salam, berbagilah makanan, dan sambunglah silaturahmi, sholatlah ditenggah malam ketika manusia dalam kondisi terlelap, niscaya kalian masuk surga dengan sentosa” (HR Tirmidzi).

Pada bulan Ramadhan, pesan Rosulullah SAW sebagaimana dalam hadis di atas bisa dilaksanakan. Lihat saja, setiap muslim bisa bisa saling menyapa karena mereka setiap hari bisa bertemu di masjid, baik ketika akan melaksanakan sholat tarawih, atau ketika sholat subuh. Hampir setiap masjid di seluruh pelosok negeri itu dipenuhi jamaah, karena semua berharap mendapatkan berkah bulan suci Ramadhan yang melimpah.

Ketika menjelang magrib, Ibu-ibu sibuk menyiapkan makan dan minum (takjil), kepada orang-orang yang sedang berpuasa. Masjid Sabilillah Malang, setiap harus harus menyiapkan takjil dan berbuka puasa kepada jamaah yang sedang sholat di Masjid. Ini menjadi sebuah kebanggaan, sekaligus bentuk ketaatan kepada Allah SWT, dan cinta kepada sunnah Rosullah SAW. Kebersamaan terasa sekali ketika bulan puasa ini.

Menyambung silaturahmi itu juga terasa sekali saat bulan puasa. Bahkan, orang yang puasa itu tidak akan diterima, kecuali orangtua tersebut sudah saling bermaafkan. Ancaman ini sangat penting, agar supaya seorang muslim itu saling menghormati dan memulyakan sebagai hamba Allah SWT yang saling bersaudara. Ibadah yang sangat besar pahalanya itu “memaafkan orang yang pernah menyakiti, dan berbagi kepada orang yang pelit kepada kita”.Yang demikian tu bisa menyebabkan menjadi pelebur dosa-dosa.

Ketika bulan suci Ramadhan, yang puas dengan 8 rakaat, atau 20 rakaat. Para sahabat yang hidupnya dekat dengan Rosulullah SAW, termasuk Umar Ibn Al-Khattab ra, melaksanakan tarawih 20 rakaat. Pada pertenggahan malan, mereka menambah dengan qiyam ramadhan (tahajud), karena tidak ada waktu yang lebih istimewa melebihi malam Ramadhan. Rosulullah SAW pernah berkata “barangsiapa siapa melaksanakan sholat pada malam Ramadhan, atas dasar iman dan semata-mata ridho-Nya, maka ia akan mendapatkan ampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan”.

Imam Malik ra, malaksanakan tarawih dengan jumlah 36 rakaat. Imam Malik ra, melihat cucu para sahabat yang bermukim di Madinah melaksanakan tarawih 20 rakaat dan 3 witir. Sekaligus menjadi bukti otentik bahwa tarawih itu tidak cukup dengan 8 rakaat, bagi imam Malik ra. Argumentasi yang dikemukanan, Imam Malik iri terhadap pendududk Makkah yang tarawihnya 20 rakaat, dan setiap satu salam mereka selingi dengan thowaf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun