Suatu ketika anak pertama usianya sudah masuk usia 20 tahun. Maka sang anak mendekati Ayahnya, lalu bekata “ayah…saya sudah usia 20 tahun, saya minta dibelikan mobil untuk kuliah, agar supaya mudah pulang pergi kuliah dan tidak merepotkan orangtua”. Mendengar argumentasi anak, ayahnya tidak berpanjang kata. Langsung dibelikan mobil baru.
Melihat sang kakak dibelikan mobil. Anak kedua yang baru saja memasuk usia 15 tahun juga minta mobil baru kaya kakaknya. Kemudian sang ayah menasehatinya “nak….usia kamu masih 15 tahun, belum waktunya. Nanti, kalau sudah usianya 20 tahu, saya belikan mobil seperti kakakmu”. Kalau ayah membelikan mobil sekarang, berarti ayah tidak sayang kepada anaknya.Mendengar wejangan sang ayah, anak kedua mangut-mangut.
Tiba-tiba, Anak yang ketiga juga pingin banget dibelikan Mobil, kaya kakaknya. Lalu merayu sang Ayah agar membelikan mobil. Padahal usianya baru memasuki 10 tahun. Bukan hanya rayuan yang dilontarkan, kadang tiba-tiba mijit-mijit sang Ayah sambil merengrengek, dengan tujuan agar dibelikan mobil. Lalu Ayah berkata “nak….tidak mungkin ayah membelikan mobil, karena usiamu masih 10 tahun. Kalau ayah membelikan mobil, berarti sama dengan mengorbankan anaknya”. Bapak bukan tidak mau membeikan. Nanti, sepuluh tahun lagi, kalau sudah waktunya.
Dalam ilustrasi di atas, Agus Yudoyono memang kayaknya belum waktunya menjadi Gubernur DKI. Walaupun merengek kepada Allah SWT dengan linangan air mata di depan Baitullah, bahkan di dukung ratusan, bahkan ribuan ulama dan habaib, sulit terwujud menjadi Gubernur DKI, karena belum waktunya. Nanti, ketika sudah matang, pengalaman, dan sudah memiliki program yang bagus dan berkualitas, maka secara otomatis rakyat Jakarta akan merindukanya. Maka, saat ini menjadi modal utama untuk terjun bebas ke dunia politik di Indonesia.
Jadi, ketika belum bisa menjadi Gubernur DKI Jakarta. Bukan berarti doanya tidak dikabukan Allah SWT. Justru, Allah SWT tidak ingin Agus menghadapi persoalan yang berat dan rumit. Ini sekedar ilustrasi.
Adapun yang menjadi Gubernu DKI, bisa jadi itu merupakan istidraj. Orang yang jadi Gubernur, bukan berarti doanya dikabulkan lho. Bisa juga itu memang doanya dikabulkan Allah SWT. Bisa jadi, seperti anak yang pertama, sudah mampu dan matang, sehingga memang layak menjadi Gubernur. Kendati demikian, semua yang terjadi di bumi ini, tidak lepas dari kehendak Allah SWT. Yang penting tidak pernah putus asa, terus berusaha membangun Indonesia lebih baik.
Dalam guyonan pilkada, ada yang mengajukan pertanyaan “apa bedanya pilkada dan Pil KB”? seorang santri berseloroh “kalau pilkada itu, kalau jadi lupa, sementara kalau Pil KB, kalau lupa jadi”. Siapa yang banyak janji, maka dia akan menghadapi tuntukan. Kadangn, setelah menjadi gubernur justru lupa semua dengan janji yang telah diucapkan.