Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Orang Tua dan Anak, Semua Bisa Durhaka

3 November 2021   20:52 Diperbarui: 3 November 2021   23:43 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Sandy Millar on Unsplash   

Mbah Urut

Sampai sekarang aku tidak tahu namanya. Yang jelas sejak aku kecil hingga beliau wafat, aku menyebutnya Mbah Urut. Karena keluarga kami biasa memakai jasa urutnya.

Dari kecil hingga remaja, Mbah Urut adalah tukang urut dan kerok favoritku. Karena tidak bisa berbahasa Indonesia, Mbah Urut jarang mengajakku ngobrol. Sebab beliau tahu, aku tidak bisa berbahasa Jawa. Karena tanpa ngobrol, aku bisa langsung tidur ketika diurut.

Selain itu, jika aku sakit dan Mamak berkeras harus dikerok, aku boleh memilih dikerok oleh Mbah Urut. Entah karena sudah tua atau memang paham sensitivitas kulit anak/remaja, kerokan Mbah Urut tidak sekeras Mamak maupun tukang urut lainnya.

Ketika usiaku sudah lewat remaja, kami jarang menggunakan jasa Mbah Urut. Sebab beliau sudah tak bertenaga. Meski demikian, Mbah Urut masih kerap menawarkan jasanya. Padahal ketika beliau bekerja, tangannya sudah bergetar karena tak mampu mengeluarkan tenaga.

Mamak paham, Mbah Urut ingin tetap menghasilkan. Maka beliau dengan senang hati menerima Mbah Urut yang kerap datang ke rumah. Hanya ngobrol santai, disuguhi teh, kemudian pulang membawa "uang jajan" dari Mamak.

Untuk beberapa lama, Mbah Urut tak pernah muncul. Ketika dicari tahu, ternyata beliau sedang berada di rumah anaknya yang lain, yang jaraknya jauh dari rumah kami. Kemudian suatu hari, Mbah Urut datang bertamu, kembali ngobrol seperti biasa.

Tak lama, Mbah Urut "hilang" lagi. Lalu berbulan kemudian muncul kembali. Nah pada kali kesekian ini, terjadi hal yang sebelumnya tidak pernah dialami Mbah Urut.

Menantunya datang ke rumah, memanggil beliau agar segera pulang. Padahal biasanya Mbah Urut ke sana kemari aku atau Abang yang mengantar. Anak dan cucunya seperti tak peduli. Kami kira kali ini keluarganya mulai perhatian, lalu datanglah cerita dari kakak kandung Mbah Urut di beberapa hari kemudian.

Anggap saja namanya Mbah Eman. Meski kakak, namun secara fisik Mbah Etan nampak lebih segar daripada Mbah Urut. Mbah Etan tidak tuli, tubuhnya ramping dan bersih. Ia berkacamata, kerap mengenakan kebaya, serta kain panjang sebagai bawahan.

Kepada Mamak Mbah Etan bercerita, Mbah Urut bukannya dipanggil untuk diajak pulang, melainkan diantar ke rumah anaknya yang lain. Yang selama ini kami kira Mbah Urut ke sana kemari hendak mendatangi anak-anaknya, ternyata keliru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun