Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tadarus yang Menghilang

16 April 2021   05:00 Diperbarui: 16 April 2021   05:11 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Ayesha Firdaus via unsplash.com

"Nah, itu suaro Ayuk!" Mamak berseru. Begitu kira-kira kejadian puluhan tahun lalu saat Ramadan di rumah orangtuaku.

Dan tiap tahun kejadian itu berulang, setidaknya hingga beberapa tahun sebelum aku menikah. Kami menyimak tilawah dari rumah, menebak siapa yang sedang giliran mengaji dalam kegiatan tadarus di masjid.

Dari anak-anak usia SD hingga kakek-kakek baru punya cucu, biasa melakukan tadarus di masjid itu. Dimulai sekira pukul 21 kurang, setelah salat Witir, hingga menjelang sahur. Iya, menjelang sahur! Pukul 2 atau 3 pagi.

Sampai usia awal 20-an, belum lama jadi siswa SMA, aku masih sering hilir mudik tengah malam di bulan Ramadan. Antara rumah dan masjid, yang selain tidak jauh, juga situasi sekitar yang masih ramai.

Meski tidak ingar bingar, tapi penjual mi tektek masih nangkring di pelataran masjid. Rumah-rumah masih terbuka pintunya. Ada juga yang tertutup, tapi suara TV yang menyala masih terdengar dari luar, kadang bersama obrolan penghuninya.

Setiap Ramadan, malam hari lebih hidup daripada siang. Jangankan tadarus, petasan meledak saja tidak ada yang ngomel.

Baca juga: Ramadan dari Tahun ke Tahun

Tadarus yang Menghilang

Makin aku dewasa, semakin keramaian terasa membisingkan. Mamak yang dulu menebak-nebak siapa yang sedang mengaji di masjid, sudah tidak bisa melakukan hal yang sama. Selain karena anaknya tidak ada lagi yang tadarus di masjid karena sudah pindah ke rumah masing-masing kecuali aku, keriuhan yang mengalir melalui pelantang pun sudah berbeda "rasa".

Dulu, sebelum tengah malam hanya anak-anak yang tilawah. Orang dewasa akan sabar menanti hingga semua anak usai mengaji. Setidaknya ketika aku masih di rumah orang tua, orang-orang dewasa secara acak nimbrung dalam antrean mengaji anak-anak. Membuat Mamak yang masih setia menyimak, protes, "Baru jam sembilan kok bapak itu sudah ngaji, bukannyo anak-anak didului!"

Waktunya tidur, menuju tengah malam. Yang biasanya warga tidur bersama ayunan tilawah dari masjid, belakangan masih mendengar tilawah. Tapi dari mulut bocah yang tajwidnya acak-acakkan, dengan pelantang menempel pada bibir, dan bacaan yang diulang-ulang namun tetap saja keliru. Alih-alih lelap tidur, malah makan hati!

Mungkin bukan hanya keluargaku yang tersiksa menyimak suara tadarus model kacau itu, sehingga untuk hari-hari berikutnya, bahkan hingga beberapa Ramadan, tadarus hanya diadakan hingga pukul 12 malam. Di beberapa masjid, pada pukul 22:00 pelantang hanya terdengar di dalam masjid, tidak tersambung dengan toa keluar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun