Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mampukah Ramadan Menasihati Kita?

14 April 2021   07:00 Diperbarui: 14 April 2021   13:52 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Belanja di bulan Ramadan-Sumber: @marjanblan on Unsplash


"Keranjang orang penuh-penuh nian, Mi. Cuma kito yang isinyo sedikit," bisik si kakak.

"Ini bae Ummi nyesel ke sini, belanjo dikit antrenyo ngeselin," omelku.

Gimana nggak mangkel, aku ke sana cuma untuk dua renceng kopi yang tidak ada di warung tetangga. Ditambah bahan untuk anak-anak membuat mainan mereka sendiri. Sampai-sampai, di antrean itu bocah-bocah kehausan dan membeli sebotol air mineral, padahal rumah kami tak terlalu jauh.

Hari biasa pun swalayan tersebut memang ramai, tapi kali itu pembeli lebih membludak karena H-2 Ramadan. Tampak di keranjang dan troli yang mengantre, berbagai belanjaan yang sepertinya diperuntukkan sebagai stok dapur dan kulkas.

Tak hanya swalayan, pasar tradisional dekat rumah pun ramai tak terkira. Jangankan belanja, untuk membuang sampah pagi hari saja aku kesulitan lewat. Katanya ekonomi sedang sulit, tapi belanja masih seru ya!

Baca juga: Begini Agar Tak Haus Saat Puasa

Ramadan dari Tahun ke Tahun

Awal-awal pandemi, ketika tersebar berita bahwa pasar akan ditutup, bukan main ramainya pasar dan swalayan di sekitarku. Panic buying. Siapa bilang covid bikin ekonomi koid, nyatanya pada kuat kok belanja banyak.

Tak lama setelah keramaian yang bikin macet di mana-mana itu, kota terasa lengang. Persis siang hari di bulan puasa. Apakah pasar dan swalayan ditutup? Nggak tuh! Tapi harga-harga telanjur naik, karena stok menipis jauh. Bukan karena pandemi, tapi karena orang banyak duit lagi panik.

Ramadan dua tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya, di awal dan akhir, pusat perbelanjaan pasti jadi pusat keramaian berkali lipat lebih banyak dari biasanya. Kupikir Ramadan kemarin, yang mana kita berada dalam kondisi pandemi, keadaan akan berbeda.

Sama sekali tidak. H-7 sampai H-1 Ramadan, apalagi mendekati lebaran, asli malas keluar rumah. Sebab di mana-mana macet. Semua orang bersiap dengan belanjaan yang lebih banyak dari biasa. Seolah di Ramadan nanti tak ada lagi makanan yang tersisa di Bumi. Atau karena puasa, tak sanggup lagi keluar untuk mencari bahan berbuka. Ah, aku aja yang lebay barangkali.

Jadi tahun ini aku sudah bisa menebak, tak akan ada bedanya pandemi atau tidak. Orang-orang akan kalap seperti biasa. Kalau ada bantuan pemerintah, ramai-ramai mengaku miskin. Giliran belanja ... sudahlah.

Baca juga: Ramadan atau Ramadhan?

Hikmah Puasa yang Terlupakan

Kita memang dianjurkan bersuka cita menyambut Ramadan. Menyiapkan diri untuk meraup pahala yang berkali lipat di bulan suci ini. Namun penyambutan yang dimaksud tentulah yang bersifat rohani, keperluan akhirat. Bukan stok sahur-buka yang menggila.

Betul, kita perlu menu yang berbeda untuk menyemangati diri, terutama di awal Ramadan. Apalagi anak-anak, mereka butuh sesuatu yang lebih. Tapi ini juga momen yang tepat untuk memberi teladan, makna sebenarnya dari Ramadan.

Waktu puasa semua ingin disantap. Saat buka, makan sedikit saja sudah kenyang. Aku yakin lebih dari separuh pembaca akan setuju, tentu yang pernah puasa. Begitu pula dengan timbunan belanjaan yang kita kumpulkan sebelum Ramadan, lihatlah setelah Idulfitri nanti, aku yakin masih banyak yang tersisa.

Begitulah dunia ini. Semua ingin kita dapatkan, tapi di akhir hayat baru kita sadar, kita keterlaluan mengumpulkan yang tidak kekal.

Puasa plus pandemi seharusnya mengajarkan empati, minimal simpati. Banyak orang yang juga panik, tapi tak punya kemampuan untuk menimbun. Banyak orang yang sudah kelaparan bahkan sebelum Ramadan datang. Itu poinnya!

Kalau Ramadan tak bisa menasihati kita, ditambah pandemi pun tak ada perubahan. Lalu dengan apa lagi kita bisa dinasihati?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun