Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Adakah Wali Murid Lain yang Sama Menderitanya Denganku?

20 Juli 2020   08:34 Diperbarui: 20 Juli 2020   15:26 1374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi siswa sekolah di masa pandemi (kompas.com)

Tadinya aku tenang-tenang saja, membaca rilis dari Kemdikbud bahwa hanya daerah yang ditandai zona hijau yang memulai tahun ajaran baru secara tatap muka.

Itu pun dengan berbagai syarat, dan langkah-langkah bertahap dimulai dari jenjang pendidikan tertinggi. Jadi setidaknya, paling cepat anak-anak akan sekolah di September.

Tahu-tahu, setelah pengumuman beli buku dll, ada angket yang diminta wali murid mengisi. Salah satu pertanyaannya, bersediakah memberi izin ananda belajar secara luring? Lah, kota ini kan zona kuning?

Ah, kenapa dibikin sulit, tinggal isi "tidak bersedia". Ya sih, kuisi begitu. Dan akhirnya, yang terjadi kemudian, lebih parah dari sebelum libur kenaikan kelas.

WAG yang Berisik

Punya dua anak yang sekolah di kelas dan sekolah berbeda, untuk satu tahun ajaran, sekurangnya ada 6 grup baru di WA-ku.

Masing-masing grup beranggotakan wali murid dan wali kelas, atau wali murid dan guru mata pelajaran. Apa yang rutin kulakukan setiap hari pada grup-grup ini?

Pertama, lihat pesan dari guru, lalu forward ke nomor suami atau bintangi. Kedua, bisukan grup 8 jam. Ketiga, clear chat.

Iya, ketiga hal itu benar-benar kulakukan setiap hari. Bahkan di hari minggu, saat sekolah daring pun seharusnya libur.

Bukan guru yang membuatku sibuk mematikan notifikasi dan membersihkan grup. Aku yakin mereka berlipat-lipat lebih sibuk dariku gara-gara berisiknya WAG.

Misalnya ketika guru menginformasikan sesuatu, tak cukup satu orang mengucap terima kasih. Jika tak kubisukan, barangkali tengah malam pun akan terus berdentang HP itu, yang jika dilongok isinya hanya "terima kasih bu" dari orang kesekian puluh.

Rasanya tak ada kewajiban seluruh anggota grup harus mengucap terima kasih. Bagiku pribadi, satu dua orang sudah mewakili betapa berterima kasihnya seisi grup atas kerja keras sang guru.

Kemudian jika guru memberi tugas, tidak sedikit wali murid yang tidak membaca instruksi dengan baik. Misalnya ketika diminta foto, ada yang mengirim video. Disebutkan kirim secara pribadi, malah macam-macam foto dikirim ke grup oleh sekian banyak orang.

Tanpa konsumsi garam berlebih, tensiku sudah naik melihat isi grup-grup itu.

Saran untuk Guru 

Sering orang bilang, yang kita pikir dan rasakan, belum tentu dirasakan orang lain. Jadi jangan pukul rata. Aku pun ingin beranggapan bahwa hanya aku yang pusing dengan keriuhan grup kelas ini. Nyatanya tidak.

Wali murid lain ada yang bahkan tak mengirim tugas anaknya. Ia mengaku pusing melihat grup itu. Instruksi dari guru tertumpuk sekian banyak chat. Wali murid lain tak menyadari bahwa guru tak kunjung respons.

Bahkan ketika kami tak juga mengirim tugas, sang guru pun tak menegur. Karena dia sudah pusing! Prasangkaku sih. Aku sendiri tak mengirim karena tidak menyadari ada tugas baru.

Jadi dari 6 grup itu, jika ada yang terlewat untuk dijenguk, dan guru tak mengingatkan, ya sudah. Hilanglah peluang nilai. Toh anaknya tetap sehat, tak apalah.   

Kepada para guru, baik yang pusing maupun yang masih sehat walafiat, kusarankan agar WAG yang Bapak/Ibu buat disetel "hanya admin yang bisa mengirim pesan". Agar grup tidak berisik, dan orangtua yang labil sepertiku tak buru-buru mematikan notifikasi.

Tolong buat aturan yang jelas sejak awal terkait tata tertib grup, lalu abaikan wali murid yang tidak mematuhi. Karena pada dasarnya belajar daring itu, seperti mengajari anak, bonus orangtuanya!

Info terbaru, wali kota menargetkan akhir bulan ini seluruh siswa sudah belajar secara tatap muka. Nah loh, jadi bingung kan. Mau senang atau khawatir?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun