Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manusia Memaki, Hewan yang Disalahkan

10 Juni 2020   08:22 Diperbarui: 10 Juni 2020   08:18 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi Syarifah Lestari

Anak-anak sedang gandrung dengan bahasa Inggris, mereka baru paham kenapa dulu kalau mau nonton, emaknya cenderung memberi film anak berbahasa Inggris. Supaya nanti mainnya jauh!

Baik dalam keseharian sampai ke pelajaran bahasa, ternyata beberapa hewan mengalami diskriminasi. Sebutlah anjing dan babi. Itu nama hewan kan?

Meski di TK dan SD anak-anak sudah belajar bahasa Inggris, tapi dua hewan itu nyaris tidak pernah diajarkan bahasa Inggrisnya oleh guru mereka. Mungkin khawatir tabu.

Jika berkumpul di keluarga besar, dua hewan ini tidak boleh disebut. Padahal nyata ada hewannya, baik berupa gambar/video maupun dilihat langsung. Entah ide siapa, tahu-tahu anak membawa pulang nama gukguk untuk anjing, dan memilih diam ketika melihat babi di TV.

Dan saat senang-senangnya mencari kata dalam bahasa Inggris, bingunglah mereka, apa bahasa Inggrisnya guguk? Apalagi babi, tambah ribet.

Hewan Tetaplah Hewan, Bukan Makian/Umpatan

Sebenarnya anak-anak sudah tahu, di rumah kami, menyebut anjing dan babi tidak haram. Yang haram itu kalau dimakan. Memang namanya itu! Kalau diberi nama atau istilah lain, justru merepotkan. Sebab istilah di satu rumah bisa beda makna dengan rumah lain. Alangkah ribetnya hanya untuk urusan nama hewan.

Tapi anak-anak juga paham, aturan di satu rumah bisa beda dengan rumah lain. Mereka punya pengalaman diomeli orang tua di luar rumahnya karena menyebut kata anjing. Padahal mereka saat itu memang melihat anjing.

Mungkin karena menyebutnya sambil berteriak (khas anak-anak ketika excited terhadap sesuatu), dikira mereka sedang berantem lalu memaki.

Kutegaskan pada mereka, yang dilarang itu memaki, bukan menyebut nama hewan. Mereka bisa saja memaki dengan berkata "dasar udang!", "kamu batu!" atau, "Patrick lu!" tetap saja salah. Karena memaki. Bukan karena udang itu hewan yang halal dimakan, batu benda mati, atau Patrick terlihat lebih kanak-kanak.

Sebab jika digali pun, masih bisa diartikan. Udang itu kotorannya di kepala, batu tidak bisa dinasihati, dan Patrick adalah makhluk tanpa otak. Jadi, yang salah adalah memakinya. Bukan dengan apa mereka memaki.

Memilih Apa Adanya

Sejak anak-anak belum bisa bicara, setiap ketemu hewan, kuajari mereka nama-nama hewan tersebut. Bukan bunyinya. Itu kucing, itu anjing. Bukan meong dan guguk.

Enak kalau ketemunya kucing dan ayam, bisa ditiru. Kalau lihat buaya di kebun binatang? Masak aku harus bilang, "Hai cewek!"

Dengan mengubah nama hewan yang dianggap lebih halus, sebenarnya kita justru mengaburkan maksud perubahan nama itu. Apa bedanya orang memaki dengan menyebut anjing dengan coro (kecoak)? Sama-sama memaki kan.

Memangnya kecoak lebih sopan dari anjing?

Coba kita pakai kata kampret. Orang yang mendengar mungkin tersinggung, padahal kampret hanyalah kelelawar pemakan buah. Sekali lagi, memakinya yang salah. Bukan hewan/benda yang dipakai memaki.

Aku meyakini, menjelaskan sesuatu kepada anak-anak dengan lebih sederhana, membuat mereka masih punya ruang untuk hal lain yang memang rumit.

Seperti new normal. Ketika kata anjing dianggap kasar, orang mengubahnya menjadi anjir, anjay, ada pula anying. Alhasil lama kelamaan mengumpat dengan kata-kata tersebut dianggap biasa. Padahal tetap saja umpatan/makian.

Perbuatannya tetap dilakukan, padahal jelas salahnya. Seperti koruptor, korupsinya jalan terus, hanya ditambal-tambal dengan diksi dan narasi yang lebih ramah di telinga. Lebih kurang begitu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun