Kutanya sekali, ia diam saja. Kuulang pertanyaan dengan suara sedikit dinaikkan, ia menjawab tanpa menoleh. Alih-alih tersenyum, seperti ekspresi bapak pemilik minimarket A setiap kali aku bertanya jika belanja di sana.
Kapok? Belum. Sebagai sesama perempuan, aku tahu manusia jenis kami gampang berubah suasana hati. Barangkali hari itu si ibu sedang PMS. Habis marah pada anaknya, atau habis dimarahi suami. Apa sajalah.
Maka pada kali berikutnya, aku masih memberi kesempatan berbaik sangka pada minimarket B.
Pulang menjemput si Kakak, sengaja aku mampir ke minimarket B. Buku si sulung habis, butuh tambahan buku tulis baru. Aku parkir di luar, membiarkan di Kakak masuk dan mencari kebutuhannya sendiri.
Lama di dalam, ia menghampiriku di parkiran, "Dak ketemu, Mi," katanya.
"Coba tanya ibu itu!" saranku. Ibu yang kemarin, sedang berdiri di belakang meja kasir.
Anakku pun ke sana, menanyakan posisi buku tulis.
"Adolah dalam tu, carilah!" katanya dengan nada yang tidak terlalu tinggi, tapi ekspresi wajah entahlah.
Kupanggil si Kakak keluar, kami pindah ke minimarket A. Di sana dengan mudah ia menemukan apa yang dicari, lalu sepanjang perjalanan pulang ia sibuk membandingkan minimarket A dan B.
Jadi bukan soal aji-ajian, kanopi atau debu. Kebanyakan orang lebih memilih minimarket A karena pelayanannya. Apalagi soal harga, asal tak berlebihan, aku tak terlalu memikirkan selisih. Malah aku sering tak lihat, ambil saja selama ada duit di saku. Sadar kemahalan biasanya setelah melihat struk, dan itu jarang terjadi.
Ini sekadar catatan, siapa tahu ada pembaca yang juga memiliki bisnis sejenis agar lebih memperhatikan segi layanan. Tak harus cantik atau ganteng, yang penting bisa menjawab dengan sopan.