Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mau Menginspirasi tapi Khawatir Ria, Pernah?

27 April 2020   09:44 Diperbarui: 27 April 2020   09:48 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Christian Dubovan on Unsplash

Ada kompetisi menulis dengan tema menginspirasi kebaikan selama pandemi, lebih kurang begitu. Melihat hadiah yang ditawarkan, sangat tidak inspiratif. Haha, dasar matre'!

Memang belakangan ini aku juga kurang tertarik ikut kompetisi menulis. Entah malas, bosan kalah, atau keduanya. Tapi pengantar dari admin platform itu lumayan menggelitik.

Gak riya' kok! Katanya, tujuan tulisan ini untuk menggugah orang lain agar melakukan hal yang sama. Aku yang tadinya gak mikir ke riya' justru jadi kepikiran. Kepikiran menulis artikel ini, bukan ikut lomba nulis.

Macam-macam Penyakit Hati

Kita sudah sering mendengar istilah riya'. Dalam KBBI V dibakukan jadi "ria" dengan makna "sombong; congkak; bangga (karena telah berbuat baik)". Tapi aku lebih suka menulis riya', walau agak ribet karena koma atasnya.

Selain riya' masih banyak penyakit hati lainnya yang mirip dengan riya'. Misalnya sum'ah, yaitu perasaan senang jika dipuji. Ghurur, tertipu amalan sendiri. Takabur, merasa diri hebat. 'Ujub, kagum pada diri sendiri. Dll.

Ketika membaca tentang penyakit itu, lalu kita terkenang amalan orang lain, itu pun masuk penyakit hati. Prasangka buruk. Sebab sejatinya, ilmu tentang macam-macam penyakit hati bermanfaat untuk mengoreksi diri kita pribadi. Bukan untuk menilai orang lain.

Syirik dan Riya'

Tugas dari kompetisi itu sepertinya sederhana. Kita menulis tentang pengalaman membantu seseorang atau berdonasi ke suatu lembaga. Kemudian ceritakan efek yang kita dapatkan setelah perbuatan baik itu. Bisa cerita haru atau yang lainnya.

Aku langsung punya ide sih, karena memang bertepatan dengan dua program pribadi dan komunitas yang sedang berjalan. Tapi kemudian malah kepikiran tentang riya' itu. Padahal awalnya pure ingin menginspirasi, bahkan tak lihat-lihat hadiah.

Untungnya kemudian ucapan ulama besar, Fudhail bin Iyadh, mengingatkanku. "Meninggalkan amalan karena manusia termasuk riya' dan beramal karena manusia termasuk syirik." Maju kena mundur kena.

Nah inilah fungsi ilmu penyakit hati tadi. Dengan kita mempelajarinya, diharapkan kita mampu memanajemen hati agar tidak terjebak pada perkara-perkara tersebut.

Sedekah Terang-terangan atau Diam-diam?

Kalau yang diceritakan tentang donasi, artinya percuma dong kemarin pakai anonim? Kemudian ada akses membagi informasi yang itu hanya didapatkan setelah berdonasi. Ketahuan juga kan.

Dengan atau tanpa nama, tetap saja kita terdata. Nyatanya setelah donasi, akan muncul tawaran donasi lagi dan lagi. Ya karena jejak kita sudah tertanam.

Lagi-lagi dibutuhkan kepiawaian mengelola keikhlasan, masih soal hati juga ya!

Ternyata, tidak ada yang salah dengan sedekah terang-terangan. Sila cek di al-Baqarah 271. Menampakkan sedekah itu baik, menyembunyikannya lebih baik. Sama-sama tidak salah kan?

Yang salah itu, sedekah enggak, tapi ngaku-ngaku. Sedekah pakai duit orang tapi diklaim amal pribadi. Kirim bantuan pakai duit negara tapi dilabeli eng ing eng.

Setelah menimbang ini dan itu, akhirnya kuputuskan tak ikut kompetisi menulis. Bukan soal hati atau sedekah yang tersembunyi. Tapi syaratnya harus kirim 10 tangkapan layar dulu. Sepuluh, Men!

Satu kata untuk memenuhi syarat itu; malas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun