"Siapo yang belikan?"
"STNK atas namo siapo? Berapo kemarin depenyo?" Benar-benar tema yang tak menarik.
Setamat SMA, aku nyaris tak pernah bertemu dengannya lagi. Kami sudah menjadi manusia dewasa, makin pilih-pilih teman. Cari yang menguntungkan, atau minimal tak merugikan.
Kawan-kawan SMP hampir setiap tahun mengadakan reuni. Sekali waktu, aku ikut reuni itu. Teman yang dulu adalah tetanggaku, tidak hadir.
Tanpa ditanya, panitia reuni, yang dulu adalah rivalnya, bercerita ini itu. Sekarang aku sudah dewasa, aku tahu itu hanya obrolan kosong bahan untuk seru-seruan reuni. Beberapa kali reuni berikutnya aku tak datang, paling isinya gosip.
Menjelang nikah, aku ikut reuni lagi. Biar sekalian mengundang. Si teman sekaligus mantan tetangga juga tak datang. Kali ini aku yang diminta oleh teman lain untuk mengundangnya, masa berkali-kali reuni tak pernah muncul sih!
Waktu itu masih zaman BBM. Maka kudapatkan pin-nya, dan mulai merayu agar ia datang. Jawabannya, panas. Padahal dari kami lahir, Jambi memang panas.
Kemudian salah satu temanku menawarkan diri untuk menjemput. Dia tanya, pakai apa?
Ketika dijawab sepeda motor, ia langsung menolak. Tak terbiasa naik motor. Mobil ada di rumah, tapi suaminya sedang bertugas keluar kota. Ia belum bisa bawa mobil sendiri.
Aku ketawa saja. Teman-temanku mencak-mencak. Padahal tabiat itu sudah mereka kenal sejak SMP.
Dari BBM pula aku tahu, temanku memang sedang tidak berminat main dengan kami yang menurutnya tak selevel. Setiap hari ia update status dengan background mobil dan rumah yang besar. Memegang kepala, memperlihatkan untaian gelang di tangan, dst.